TUJUH TEKNIK
PEKERJAAN PASTORAL
STP-IPI
PRODI
PELAYANAN PASTORAL
TINGKAT
II
SEMESTER
III
ANTONELA
BATLYOL, S.Pd.,M.Th
BAB I
BIMBINGAN MASYARAKAT PASTORAL
A.
PENDAHULUAN
Bimbingan masyarakat pastoral merupakan
suatu kegiatan yang perlu mendapatkan perhatian yang serius dari semua pihak
terutama dari mereka yang langsung berhubungan dan berurusan dengan usaha
perkembangan umat. Pekerja pastoral dan katekis yang merupakan petugas
profesional dalam bidangnya harus sungguh memberi perhatian terhadap usaha
bimbingan umat katolik. Bimbingan masyarakat pastoral harus di jalankan secara
sistimatis. Dalam usaha perkembangan masyarakat terdapat berbagai-bagai variasi
pendekatan yaitu:
1.
Pendekatan Sektoral.
Dengan pendekatan
sektoral di maksudkan pengembangan ditujukan pada satu sektor tertentu yang di
pandangan penting atau yang terpenting, Misalnya sektor sekolah minggu.
2.
Pendekatan multi-sektoral yang
tak terkoordinasi.
Pendekatan multi
sektoral yang tak terkoordinasi adalah bahwa pengembangan ditujukan pada
berbagai sektor secara serentak. Misalnya sekolah minggu, putra-putri altar,
legio maria.
3.
Pendekatan Komprehensif dan
Integral.
Dengan pendekatan
komprehensif dan Integral dimaksudkan suatu padekatan yang ditujukan kepada
perkembangan dalam keseluruhannya dalam mana sedapat mungkin semua faktor yang
perlu dipelajari mendapat perhatian, khususnya dalam antar hubungannya satu
dengan yang lain dan dalam dimensi yang tepat.
Perkembangan seoptimal mungkin
menurut keadaan, timbul dari adanya suatu jaringan antar hubungan yang tepat di
antara semua faktor-faktor dan sektor-sektor yang berfungsi dalam proses
pertumbuhan pastoral dilihat dalam dimensinya masing-masing. Pendekatan
kompersesif menunjukan segala minat pada keseluruhan daripada antar
hubungan-hubungan itu dengan mencari dan mempelajari semua dimensi yang
berperan fungsional dalam sistem antar hubungan-hubungan itu. Bilamana salah
satu dimensi diabaikan, maka keseluruhan dari pada perkembangan masyarakat
pastoral dapat terpengaruh olehnya.
Pendekatan komperhensif tidak berarti
memperhatikan selayak mungkin faktor-faktor
tanpa menghiraukan pentingnya peranan masing-masing. Hanya faktor yang benar-benar relevan untuk
perkembangan dan yang menjalankan peranan- peranan fungsional dalam dimensinya
masing-masing, memerlukan perhatian. Dalam hal pengamatan faktor-faktor itu
harus dicari terlebih dahulu titik-titik pertemuan dari pada peranan-peranan
fungsionalnya masing-masing. Jadi
komprehensif adalah penangkapan dan berikut bimbingan yang diberikan kepada
suatu sistim sosial secara dimensional dengan berpangkalan pada titik-titik
pertemuan diantara peranan-peranan faktor-faktor yang fungsional dalam
perkembangan sistem sosial/pastoral tersebut. Komprehensif approach adalah pada
dasar sistem-sistem analisa pada waktu sekarang diterapkan dalam usaha-usaha
manapun yang bersifat kompleks.
B.
Dasar Pendekatan Komprehensif.
Dasar pendekatan komprehensif ialah pandangan tentang proses perubahan
sosial yang multi dimensional sebagai suatu perubahan stukturil yang dapat
menuju ke arah perkembangan yang laras demi kesejahteraan umat manusia.
Kesadaran mengenai perubahan masyarakat yang
multi dimensional sebagai suatu perubahan strukturil adalah suatu hasil dari
sosiologi modern. Dengan struktur suatu kelompok dimaksudkan suatu internnya
yang terdiri atas antar hubungan tertentu yang bersifat agak stabil. Struktur
itu memungkinkan kelangsungan kehidupan kelompok dan pelaksanaan fungsional.
Orang dapat juga mengatakan bahwa struktur kelompok terdiri atas susunan dan
penggolongan status para anggotanya yang berkaitan dengan peranan-peranan sosialnya
masing-masing.
Masyarakat terdiri atas banyak sekali
kelompok-kelompok dan skelompok, baik formal maupun informal atau
kategori-kategori sosialnya atau atas kolektivitas bermacam-macam. Segala
unsur-unsur masyarakat itu tersusun secara berbelit-belit dengan macam-macam
cara: ada yang hirarkis, ada yang sederajat, ada yang saling tembus-menembus,
dsb. Dengan struktur masyarakat dimaksudkan susunan internnya yang terdiri atas
segala unsur itu dengan fungsinya masing-masing dan yang berada dalam suatu
keseimbangan yang agak stabil. Kestabilan relatif daripada struktur disebabkan
karena struktur itu mendapat dukungan dari kebudayaan yang berkorelasi
fungsional dengan struktur itu, yang seolah-olah menjadi temannya, yang
mendukungnya, membenarkannya, mengagungkannya dengan berbagai-bagai nilai dan
norma yang berakar dalam jiwa para anggotanya (anggota masyarakat). Pengertian
tentang stabilitas struktur dalam sosiologi
adalah pengertian tentang struktur yang dinamis. Maka dari itu adalah
tepat untuk menanamkan proses perubahan masyarakat yang strukturil itu, suatu
proses dari strukturisasi, destrukturasi dan re-strukturasi terus-menerus.
Proses perubahan struturil ini adalah multi dimensional, keseluruhannya
mengingatkan kepada suatu “chain- reation” (reactie berantai) yang mulai pada
suatu atau beberapa tempat dan bergandengan dengan reaksi-reaksi lain akhirnya
meliputi seluruh struktur masyarakat. Kesadaran mengenai proses perubahan
sosial sebagai suatu perubahan strukturil yang multi dimensional, menyoroti
segala gejala kekurangan atau kemacetan perubahan sosial yang berlainan sekali
dari dahulu. Kini kita memandang terutama sebagai akibat dari kekurangan-
kekurangan, ketegangan- ketegangan, ketinggalan, ketidaktentuan,
kesimpangsiuran dalam penyesuaian daripada segala unsur masyarakat yang amat
banyak berbelit-belit itu kepada proses perubahan yang multi dimensional itu.
C.
Pengetrapan Pendekatan Komprehensif.
Menjadikan suatu latihan proyek yang meliputi proyek-proyek yang
mungkin dikerjakan di segala bidang dengan mengarahkan segala tenaga
kemanusiaan adalah tentu saja mustahil. Suatu latihan proyek yang demikian
luasnya adalah juga tidak perlu, karena apa yang diperlukan adalah bukan untuk
melatih segenap proses pengembangan masyarakat pastoral melainkan cukup banyak
proyek dengan menyalutkan cukup banyak tenaga untuk dapat menimbulkan,
menggerakkan dan mengarahkan proses itu. Sekali digerakkan dan diarahkan ke
tujuan konstruktif, proses itu berjalan terus dan selanjutnya hanya perlu
dikoordinasikan dan di salurkan sesuai dengan rencana yang ingin di capai.
Jadi yang menjadi persoalan mengenai pengetrapan pendekatan
komprehensif adalah:
1.
Memilih media pastoral yang
tepat untuk menyalurkan tenaga kemanusiaan yang tersedia di
lingkungan-lingkungan.
2.
Memilih sejumlah proyek yang
cukup banyak dan beraneka warna untuk menggerakkan proses dinamisasi yang
sekali digerakkan akan berjalan terus. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa
pendekatan komprehensif dalam latihan proyek menghendaki:
-
suatu pilihan sejumlah media
pastoral.
Karena
paroki/lingkungan/stasi sebagai keseluruhan menjadi obyek daripada segala usaha
pengembagan ini, maka dengan sendirinya umat yang ada di wilayah itu menjadi
medium yang pertama dan utama. Sedangkan medium yang kedua adalah pengembangan
umat melalui keluarga-keluarga, keluarga dipilih sebagai medium bukan saja
pentingnya sebagai satuan sosial ekonomi untuk keaktifan anak-anak dan kaum
wanita tetapi juga karena kepentingan fungsionalnya dan juga peranannya selaku
kelompok primer yang menjalankan kontrol sosial.
Medium ketiga yang
di pilih adalah pengembangan lingkungan melalui kaum muda, kaum muda merupakan
unsur yang paling dinamis di lingkungan. Justru karena itulah maka unsur kaum
muda ini mendapat perhatian khusus untuk dimanfaatkan dan diintegrasikan dalam
proses pengembangan. Tanpa perhatian yang khusus itu justru dapat merupakan
tenaga destrutif yang mempersulit atau bahkan merusak integrasi.
-
suatu pilihan sejumlah proyek
pengembangan untuk masing- masing media yang ada itu (Penentuan Jumlah Proyek untuk tiap medium). Jumlah proyek
yang di tentukn untuk setiap medium yang dipakai dalam pengembangan masyarakat
pastoral perlu lebih lanjut di sesuaikan dengan kemampuan yang ada dalam setiap
medium maupun jenis pekerjaan yang dapat dikerjakannya. Atau dengan kata lain
perlu memperhatikan situasi dan kondisi yang terkait dalam usaha untuk
pengembangan masyarakat pastoral.
Dalam rangka melaksanakan
pengembangan/bimbingan masyarakat pastoral ini dapat dipakai sepuluh langkah
pengembangan masyarakat pastoral atau tujuh teknik pengembangan masyarakat
pastoral. Dalam pembahasan ini akan diuraikan
pengembangan/bimbingan masyarakat pastoral dengan memakai tujuh teknik, yaitu:
1)
Teknik perkenalan yang
didahului dengan legitimasi.
2)
Teknik inventarisasi / sensus
pastoral.
3)
Bimbingan.
4)
Musyawarah / pembicaraan dalam
kelompok..
5)
Penyusunan program.
6)
Pelaksanaan program.
7)
Evaluasi / penilaian.
Dan sebelum ketujuh teknik pastoral
itu dapat di jalankan di dalam setiap medium yang di pilih maka kita perlu
terlebih dahulu mengadakan legitimasi kepada pimpinan setempat.
D.
BEBERAPA PENGERTIAN.
Ada beberapa pengertian yang akan dipakai
dalam pembahasan ini, antara lain:
1.
Paroki
Paroki ialah
persekutuan kaum beriman dalam batas-batas wilayah tertentu dalam lingkup
keuskupan, dikepalai Imam sebagai Pastor atau gembala yang berada di bawah
otoritas Uskup yang diwakilinya dan bersama-sama menggereja. Paroki tidak
lain dari pada jemaat yakni persekutuan hidup untuk mewujudkan Injil. Dalam
Paroki Injil diwujudkan secara persekutuan hidup atau secara komunita. Paroki
adalah persekutuan hidup orang miskin. Untuk dapat memahami kedudukan pekerjaan
pastoral di paroki, diperlukan gambaran yang tepat mengenai Gereja. Gereja atau
jemaat Kristen adalah perkumpulan orang miskin, orang yang sederhana.
Orang-orang miskin dan orang-orang yang menderita adalah warga yang utama;
warganya yang pribumi. Kaum miskin segala jaman adalah ahli waris gereja. Jika
ada orang yang bukan miskin masuk ke dalamnya, maka tempat orang itu dalam
Gereja adalah sebagai hamba orang miskin. Dalam paroki pemisahan antara kaum
miskin dengan kaum kaya dilebur dalam persekutuan menurut undang-undang dasar
Kotbah di bukit.
2.
Wilayah.
Wilayah adalah
sejumlah lingkungan yang berdekatan. Bila jumlah lingkungan terlalu besar, maka
sebaiknya beberapa lingkungan dikoordinir menjadi satu wilayah. Kehidupan gereja lokal terwujud dalam persekutuan hidup dari umat
katolik di paroki-paroki. Tetapi hampir di tiap paroki ada pembagian ke dalam
bagian- bagian yang lebih kecil lagi. Pada umumnya bagian-bagian itu disebut
wilayah. Wilayah itu biasanya dibina oleh pastor. Kalau dalam paroki yang besar
ada beberapa pastor, biasanya setiap pastor bertanggung jawab atas wilayah
tertentu. Wilayah itu biasanya terdiri dari beberapa kring atau lingkungan yang
tergabung menjadi satu.
3.
Kring atau lingkungan atau
kelompok.
Wilayah itu dibagi
di dalam beberapa kring atau lingkungan atau kelompok persekutuan hidup yang
lebih kecil lagi terjadi di dalam lingkungan.
4.
Komunita Dasar.
Wilayah atau
lingkungan atau kring atau kelompok itu kemungkinan juga masih
mengandung kelompok-kelompok yang lebih kecil lagi. Kalau kelompok yang kecil
ini merupakan kelompok yang bebas, yang berkumpul atas inisiatif mereka sendiri
dan mereka bersama-sama menghayati serta mewujudkan hidup kristiani, maka
kelompok yang seperti itu disebut kelompok basis atau persekutuan hidup basis
atau komunitas dasar. Suatu komunitas dasar terjadi dari keluarga-keluarga atau
orang-orang kristiani yang secara bebas dan nyata bersama-sama mewujudkan
kehidupan kristiani dalam situasi dan kondisi lingkungan sendiri. Jadi kalau di
dalam lingkungan ada keluarga-keluarga yang berkumpul secara teratur dalam doa lingkungan dan pada waktu itu
mereka juga membicarakan masalah-masalah kehidupan Gerejawi dan kehidupan
sebagai anggota masyarakat, semuanya di dalam suatu kehidupan kristiani, itu
dapat disebut komunitas dasar atau kelompok basis. Keluarga-keluarga seperti
itu sering bertemu dan tanpa banyak kesulitan dapat mengadakan doa bersama,
mempelajari Kitab Suci secara bersama, mengadakan perayaan secara bersama. Bila
ada masalah mereka juga membicarakan bersama, mencari penyelesaiannya bersama. Supaya
kehidupan komunitas dasar itu dapat berlangsung sebaiknya kring-kring atau
lingkungan tidak terlalu kecil, sebab jika terlalu kecil maka mengakibatkan
tidak ada kemungkinan lagi timbulnya kelompok secara tersendiri. Dalam
komunitas kristiani, orang kristiani berkumpul atas inisiatifnya sendiri.
Komunitas dasar itu dapat timbul karena dorongan dari pastor atau organisasi
kerasulan, mungkin juga program dari lingkungan ataupun keuskupan. Akan tetapi
berkumpulnya karena saling mengenal, karena merasa hidup berdekatan dan karena
dalam salah satu bentuk mereka
menghayati kebersamaan sebagai orang kristiani.
E.
Kring Sebagai Komunitas
Menurut pandangan pastoral dewasa ini, baik
gereja, paroki maupun kring atau lingkungan atau kelompok merupakan komunitas
saja. Komunitas berbeda dengan komunitas dasar. Di bawah kring atau lingkungan
masih ada kehidupan persekutan cinta yang lebih besar lagi, yang merupakan
komunitas yang lebih primer sedangkan lingkungan sudah merupakan komunitas yang
sekunder dengan sedikit-sedikitnya satu komunita dasar sebagai intinya.
Untuk kehidupan pastoral amat pentinglah
mengembangkan komunita dasar di kelompok-kelompok atau lingkungan-lingkungan.
Untuk itu ada dua jalan, yaitu:
1.
Dalam lingungan yang kecil.
Kalau dalam kelompok atau lingkungan
hanya kecil, misalnya hanya terdiri 20 keluarga dan mereka sungguh-sungguh
menghayati sebagai komunitas dengan sendirinya kelompok atau lingkungan berubah
menjadi komunita dasar.
2.
Dalam lingkungan dengan
heterogenitas yang besar
Ada banyak lingkungan yang terdiri
dari populasi (penduduk) yang berlainan kebudayaannya, dalam mana mereka tidak
merasa diri sebagai suatu kemunitas. Untuk kring atau lingkungan seperti ini
harus dipikirkan bagaimana cara mengatur struktur atau susunan begitu rupa
sehingga ada kemungkinan kehidupan bersama dan supaya antar golongan dan antar
suku lambat laun timbul suatu rasa
kesatuan yang lebih besar dengan tetap menjaga dan memupuk persatuan dan
kesatuannya. Usaha untuk mengembangkan komunitas dasar harus bertitik tolak
dari keadaan nyata. Suatu komunitas adalah suatu kenyatanan. Orang tidak dapat
dipaksa untuk masuk dalam komunitas tertentu. Dia bebas, kalau suka datang
dalam suatu kelompok, maka ia datang, tetapi jika tidak suka datang, dia tidak
datang. Dengan kata lain komunitas dasar dapat diusahkan, tetapi berhasil atau
tidaknya itu tergantung dari kenyataan. Umpamanya seorang pedagang tidak merasa
at home dengan orang-orang buruh kecil. Orang non pribumi tidak at home dengan
orng-orang pribumi, orang dari satu suku tidak mau berkumpul dengan orang lain
suku; orang dari satu generasi tidak mau berkumpul dengan orang generasi lain,
sehingga jika yang satu datang, maka yang lain tidak datang. Kehidupan yang
seperti itu jelas tidak dapat membentuk komunita dasar. Bertitik tolak dari
kenyataan, dapat diusahkan supaya dalam suatu kelompok atau kring dapat terjadi
kehidupan bersama.
F.
Lingkungan; Bagian Yang Terkecil Dari Hirarki.
Dalam membina perkembangan kelompok atau
lingkungan harus diperhatikan juga, bahwa kelompok atau lingkungan hanya
merupakan komunita, karena kelompok juga mempunyai pertanggungjawaban kepada
paroki. Pastor mempercayakan lingkungan kepda pengurus lingkungan. Untuk inilah
pengurus lingkungan perlu bertanggung jawab. Justru karena adanya usnur
tanggung jawab ini maka pengembangan lingkungan mempunyai unsur yang lebih luas
daripada hanya unsur pengebangan komunita belaka. Perkumpulan arisan merupakan
semacam komunita, tetapi komunita yang tidak mempunyai unsur tanggung jawab
kepada siapapun kecuali kepada dirinya sendiri. Tetapi lingkungan tidak sama dengan perkumpulan arisan. Lingkungan
adalah bagian dari Gereja yang secara resmi dipercayakan kepada pengurus
lingkungan. Itu pandangan patoral dewasa ini, yang tidak perlu dimutlakkan,
sebab orang juga bisa mengatakan bahwa yang paling rendah bukan
lingkungan/kelompok/kring, melainkan wilayah. Menurut pandangan ini penanggungjawab
yang paling rendah adalah pastor awam atau pelayan umat atau pengurus wilayah
dan bukan pengurus lingkungan.
Tetapi di dalam kenyataan pastor mengangkat
pengurus kingkungan atau pengurus kelompok. Lebih-lebih kalau upacara
pengangkatan itu dilakukan dalam upacara liturgi, disini dapat dikatakan bahwa
sudah terjadi penyerahan tanggung jawab, sehingga berdasar atas kenyataan harus
diterangkan bahwa lingkungan masih merupakan bagian dari hirarki. Lingkungan
merupakan “anak tangga” yang paling bahwa dari hirarki Gereja. Itulah pandangan
Pastoral.
G.
Dasar-Dasar Pengembangan Lingkungan/Kelompok Gerejani.
Kalau lingkungan atau kelompok gerejani merupakan suatu komunita dan juga
bagian dari paroki serta hirarki yang dipercayakan kepada pengurus
lingkungan, sekarang timbul pertanyaan:
1.
Bagaimana dapat menghidupkan
dan memperkembangkan
kelompok sehingga
kelompok itu benar-benar hidup sebagai komunita.?
2.
Bagaimana pengurus lingkungan
dapat mempertanggungjawabkan kepercayaan
yang diberikan kepadanya itu kepada dewan paroki dan kepada pastoral?
Jawaban atas
pertanyaan tersebut dapat didasarkan atas beberapa pandangan dasar dari
pastoral. Pandangan-pandangan itu adalah sebagai berikut:
a.
Perkenalan
Untuk
memperkembangkan lingkungan, pengurus lingkungan perlu mengenal lebih dulu
lingkungannya, dalam arti menemukan masalah, kebutuhan dan potensi yang ada
dalam lingkungannya dan berusaha supaya warga lingkungan dapat saling mengenal.
b.
Sensus warga katolik dan
administrasi lingkungan.
Demi
pertanggunganjawab atas tugas-tugas pembinaan lingkungan dan atas usaha untuk
memperkembangkan lingkungan, maka pengurus lingkungan perlu melaksanakan sensus
dan pencacatan warga lingkungannya dan bersama dengan ini melaksanakan
administrasi lingkungan.
c.
Bimbingan.
Untuk
memperkembangkan lingkungan perlu ada bimbingan kepada umat, keluarga-keluarga
maupun kelompok sebagai keseluruhan.
d.
Pertemuan.
Dalam pengembagan
kelompok perlu ada pertemuan baik antara pengurus lingkungan dengan warganya
dan petugas-petugas dalam lingkungan maupun pertemuan pengurus lingkungan di
dalam rapat Dewan Paroki pleno di mana pengurus lingkungan memberikan laporan
mengenai lingkungannya secara menarik dan berarti baik secara lisan maupun
tertulis.
e.
Penyusunan Program.
Untuk mempertanggung
jawabkan pengembangan lingkungan maka harus ada program pengembagan untuk
lingkungan.
f.
Pelaksanaan.
Lingkungan/kelompok
akan berkembang jika program lingkungan yang sudah disusun bersama juga
dilaksanakan. Dalam hal ini pengurus lingkungan perlu mengkoordinir dan
mempertanggungjawabkan pelaksanaan program tersebut kepada pastor paroki.
g.
Evaluasi.
Akhirnya
pengembangan itu perlu dinilai, supaya kekurangan-kekurangan yang ada dapat
diperbaiki dan keberhasilan-keberhasilan yang dicapai dapat dinikmati
bersama-sama. Di dalam pekerjaan pastoral memang tujuh teknik merupakan dasar
supaya pengembangan suatu lingkungan dapat berhasil seperti yang digariskan,
tetapi semua itu tidak berhasil jika sebelumnya tidak ada legitimasi.
BAB II
LEGITIMASI
A.
Tahap Persiapan
1.
Arti Legitimasi
Legitimasi berasal
dari bahasa latin Legitimatio mempunyai arti keesahan, pengesahan atau
pembuktian diri. Dalam rangka pengembangan suatu organisasi/kelompok
dimaksudkan sebagai usaha dari petugas dalam perkenalkan diri beserta program
yang akan dijalankan. Kegiatan ini dilakukan oleh pembimbing atau petugas
pengembangan masyarakat kepada tokoh-tokoh masyarakat setempat atau tokoh
gereja setempat di mana bimbingan dilaksanakan.
2.
Maksud dan tujuan Legitimasi
Yang menjadi maksud
dari legitimasi adalah memperkenalkan diri sebagai petugas pengembangan suatu
kelompok dengan segala programnya dengan harapan agar dapat diakui dan
memperoleh dukungan yang diperlukan. Legitimasi adalah langkah penting yang
dapat diumpamakan sebagai kunci pembuka dari pada keseluruhan usaha. Banyak
program dan usaha yang sudah direncanakan dengan sebaik-baiknya menemui
kesulitan, bahkan kegagalan karena mengabaikan langkah yang penting ini.
Kegagalan dari legitimasi dapat menggagalkan seluruh usaha.
3.
Perlengkapan yang diperlukan
untuk mengadakan legitimasi
a.
Surat-surat resmi, surat-surat
tugas, surat-surat rekomondasi.
b.
Program dari instansi yang
memberikan tugas.
c.
Program yang akan dijalankan
oleh petugas.
B.
Cara Mengadakan Legitimasi
Dalam mengadakan legitimasi ada tiga pokok
yang perlu dibicarakan, yaitu:
1.
Isi dari Legitimasi
Isi dari Legitimasi
tergantung dari kedudukan petugas. Isi legitimasi ialah bahwa petugas
memperlihatkan bagaimana ia akan bekerja dalam mengembangkan lingkungan atas
kedudukannya.
2.
Metode/strategi legitimasi
Petugas tidak
diterima dengan cara yang sama dalam setiap lingkungan. Ada lingkungan yang
menerima dengan curiga. Di samping itu ada sementara petugas yang merasa bahwa
ada yang membutuhkan bantuannya ada petugas lain yang merasakan bahwa
pekerjaannya mungkin merupakan beban untuknya. Berdasar asas sifat dan sikap
dari subyek yang dikunjungi petugas, maka
perlu mempersiapkan metode/strategi yang sesuai.
3.
Hasil legitimasi
Di dalam mengadakan legitimasi, petugas harus
mempunyai tujuan yang jelas mengenai hasil apa yang diharapkan dari legitimasi
yang dijalankan. Ada berbagai hal yang perlu di dapatkan dari legitimasi,
misalnya: ijin untuk bekerja, penyediaan sarana maupun prasarana yang
dibutuhkan juga mungkin bantuan berupa psikis maupun physik. Oleh karena itu
setiap pembicaraan dari pertemuan yang diadakan pada waktu mengadakan
legitimasi harus diarahkan ke hasil yang ingin dicapai dari legitimasi.
C.
Pencatataan Hasil Legitimsi
Untuk dasar pekerjaan yang lebih lanjut
hal-hal yang perlu dicatat sesudah mengadakan legitimasi adalah:
1.
Identitas subyek legitimasi
Dengan subyek
legitimasi dimaksudkan bukan orang yang
memberi legitimasi tetapi orang yang menerima petugas pastoral atau programnya
secara sah. Identitas subyek legitimasi ini meliputi:
a.
Nama : disini dituliskan nama
lengkap dari subyek legitimasi.
b.
Jenis kelamin : disini diisikan mengenai jenis
kelamin dari subjek legitimasi.
c.
Umur : tentang umur subyek tidak perlu ditanyakan secara
langsung kepada yang
bersangkutan, tetapi cukup dengan dikira-kira oleh petugas sendiri.
Caranya antara lain dengan mengambil kesimpulan dari pembicaraan yang menyangkut waktu, sehubungan
dengan pengalaman yang diceritakan oleh subyek legitimasi tentang dirinya.
d.
Alamat : Yang diisikan ialah
alamat lengkap subyek legitimasi pada saat legitimasi diadakan. Hal ini dapat
berupa alamat tempat tinggal, alamat kantor atau kedua-duanya.
e.
Pekerjaan : yang dimaksudkan ialah jabatan subyek
legitimasi dalam pekerjaannya.
D.
Hasil Legitimasi
Yang dimaksud dengan hasil legitimasi ialah
hal-hal dan kesan-kesan yang diperoleh dari subyek legitimasi oleh petugas
selama diadakan legitimasi. Hal ini mencakup:
a.
Sifat dan sikap : Apakah subyek
legitimasi bersifat sabar, orang berpandangan luas, cerdas atau
sebaliknya.
b.
Isi : Isi legitimasi
disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai oleh petugas. Misalnya
memperkenalkan diri sebagai petugas dengan perorangan, minta ijin, meminta
bantuan dan sebagainya.
c.
Metode/strategi : Isi dan
tujuan serta situasi dan kondisi subyek legitimasi yang sudah diketahui oleh
petugas, misalnya informasi dari orang lain, menentukan metode/strategi yang
digunakan oleh petugas. Misalnya legitimasi dijalankan secara formal atau
informal dirumah subyek legitimasi.
d.
Hasil : Hasil yang diperoleh dari legitimasi yang dijalankan. Apakah
hasil itu berupa Ijin, dukungan atau bantuan yang berupa tenaga dan sebagainya.
E.
Keterangan
Dibawah keterangan dicatat hal-hal yang menyangkut:
a.
Frekuensi : Berapa kali
legitimasi yang diadakan dan kali yang berapa.
b.
Masalah : kesulitan-kesulitan
yang dialami oleh petugas sewaktu mengadakan legitimasi. Misalnya subyek legitimasi
acuh tak acuh atau subyek legitimasi sangat sibuk sehingga sulit memberikan
cukup waktu kepada petugas dan pembicaraan
berlangsung dalam situasi yang tergesa-gesa, dsb.
c.
Lain-lain : Dalam kolom ini
diisikan hal-hal lain yang tidak termasuk dalam isian diatas, tetapi penting
dan dirasa perlu oleh petugas. Misalnya informasi dari orang lain, menentukan
metode/strategi yang digunakan oleh petugas. Misalnya legitimasi dilakukan
dengan secara formal atau informal di rumah subyek legitimasi.
d.
Hasil : Apakah hasil yang
diperoleh dari subyek legitimasi. Apakah berupa ijin, dukungan atau bantuan
yang berupa tenaga material.
RUMAH PEMBINAAN AWAL ALMA PUTERI
Jln. Simpang Tidar No. 1, RT 006-RW 001 Karangbesuki Kec.Sukun
Kodya Malang, Telp.
0341-564325, KP.65115
MALANG- JAWA TIMUR- INDONESIA
Keuskupan :
.............................
Paroki :
..............................
Lingkungan :
..............................
Petugas :
..............................
FORMULIR PENCATATAN
HASIL LEGITIMASI
I. IDENTITAS
SUBYEK LEGITIMASI
A. Nama : .............................................................................................................................................
B. Jenis
Kelamin : .............................................................................................................................................
C. Umur : .............................................................................................................................................
D. Pekerjaan
: .............................................................................................................................................
E. Alamat
: .............................................................................................................................................
II. HASIL
LEGITIMASI
A. Sifat/Sikap : .............................................................................................................................................
B. Isi : .............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
C. Metode/Strategi
: .............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
D. Hasil
:
1. Ijin : .............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
2. Dukungan : .............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
3. Bantuan : .............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
III. KETERANGAN
A. Legitimasi
ini merupakan legitimasi ke: ¼¼¼¼¼¼../¼¼¼¼¼¼¼
B. Kesulitan
yang dihadapi dalam menjalankan legitimasi ini adalah :
.......................................................................................................................................................................................
.......................................................................................................................................................................................
.......................................................................................................................................................................................
.......................................................................................................................................................................................
C. Keterangan
lain/tambahan :
.......................................................................................................................................................................................
.......................................................................................................................................................................................
.......................................................................................................................................................................................
.......................................................................................................................................................................................
Malang,
Petugas,
BAB III
PERKENALAN
A. Pentingnya
Perkenalan
Setiap
anggota katolik adalah anggota Gereja yang dipersatukan oleh iman dan
permandian yang sama. Kehidupan Gereja secara lokal terwujud di dalam
persekutuan hidup umat katolik dalam satu paroki. Sedangkan persekutuan hidup
yang lebih kecil lagi terjadi di dalam
lingkungan. Penyelenggara kehidupan linkungan dipercayakan kepada umat
didalam lingkungan itu sendiri, dibawah pengurus lingkungan. Maka dari itu
pengurus lingkungan/ketua lingkungan/ketua kring tidak boleh menjadi penghalang
untuk kehidupan Kristiani dalam lingkungan itu dengan bertindak sebagai
kontroler dan penguasa. Pengurus kring adalah penjiwa, sedangkan penyelengara
dari kehidupan kristiani dalam lingkungan adalah umat lingkungan itu sendiri.
Hubungan antara umat dalam suatu lingkungan dengan para pengurus lingkungan
adalah hubungan persekutuan. Untuk mewujudkan hubungan tersebut pengurus lingkungan harus benar-benar
berjumpa dengan umatnya. Dalam perjumpaan itu ia mewujudkan karya keselamatan
dan mewujudkan Kristus dilingkungannya, untuk itu pengurus lingkungan perlu
mengenal umatnya.
B. Pengertian
Perkenalan
1.
Pengertian
Secara Umum
Perkenalan secara umum yaitu suatu proses atau
usaha untuk memahami identitas orang, baik secara pribadi maupun hubungan
sosialnya dengan mengadakan kontak dengan umat/subyek yang akan dikenal.
2.
Pengertian
Secara Khusus
Perkenalan secara khusus adalah suatu
proses/usaha dari pekerja pastoral untuk memahami identitas, kebutuhan,
masalah, potensi umat baik secara pribadi maupun kelompok sehubungan dengan
tugas Gereja dalam masyarakat, sambil mengadakan kontak dengan umat, baik
secara pribadi maupun kelompok.
C. Dasar-Dasar
Dari Perkenalan
1.
Dasar
Biblis
Di dalam kitab suci, hubungan antara Tuhan
dengan umatnya digambarkan dengan sebuah gambaran gembala dengan
domba-dombanya. Tuhan sebagai gembala dan bangsa Israel sebagai domba-dombanya.
Dengan permandian kita diikutsertakan dalam fungsi kegembalaan. Hal ini bukan
karena kita memang pantas untuk menjadi gembala. Oleh karena itu cara kita menjalankan fungsi penggembalaan yang
dipercayakaan kepada kita senantiasa harus selaras dengan cara Allah sendiri di
dalam menggembalakan domba-domba.
Yesuslah Gembala yang baik, Gembala utama,
pernyataan ini ditegaskan sendiri oleh Yesus. ”AKULAH GEMBALA YANG BAIK DAN AKU
MENGENAL DOMBA-DOMBA-KU DAN DOMBA-DOMBA-KU MENGENAL AKU”. (Yoh 10-14) dalam
pernyataannya ini ditegaskan sendiri oleh Yesus, “Akulah Gembala yang baik dan
Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku“ (Yoh 10:14). Dalam peryataannya ini Yesus mengajarkan
kepada kita, bahwa kita yang mengambil fungsi
kegembalaan dari Allah sendiri, harus menjadi gembala yang baik, seperti
Allah sendiri.
Untuk menjadi gembala yang baik maka di perlukan
syarat:
a.
Gembala
mengenal domba-dombanya.
Mengenal disini tidak hanya dalam arti mengenal
nama dan jumlahnya saja, tetapi lebih dari itu juga harus mengenal
sikapnya/sifatnya, pandangannya, kebutuhannya, masalahnya, cita-cita, dsb.
Dengan mengenal lebih mendalam terhadap domba-domba ini, maka gembala akan
bertindak lebih bijaksana sesuai dengan situasi dan kondisi dari domba-domba
yang dipercayakan kepadanya.
b.
Domba-domba
mengenal gembalanya.
Pengenalan domba terhadap gembalanya ini bukan
karena takut atau adanya paksaan tetapi karena domba-domba mencintai
gembalanya, gembala dianggap mampu membimbingnya, menuntun setiap langkah
hidupnya dan menjadi pelindung dikala ada bahaya.
2.
Dasar
penggembangan kelompok.
Berdasarkan prinsip pengembangan kelompok dapat
dikemukakan disini, bahwa lingkungan sebagai suatu komunita akan berkembang
jika orang yang hidup di dalamnya saling mengenal, baik kebutuhan, masalah,
pola harapan kemampuan serta kesediaannya. Berdasarkan atas pandangan ini
lingkungan atau kring dapat diperkembangkan dengan memperkuat perkenalan di
dalam lingkungan atau kring itu. Kring/lingkungan adalah kelompok orang yang
hidup bersama dan bersaudara di dalam Kristus.
D. Maksud
Dan Tujuan Perkenalan
Adapun maksud dan tujuan perkenalan dalam
pekerjaan pastoral adalah sebagai berikut:
1.
Memperkenalkan
diri dengan umat serta mengenal umat sebagai petugas dan binaan.
2.
Untuk
mendapatkan keykinan mengenai kebaikan dari umat dan keharusan dari pembinaan
serta kesadaran mengenai peranan dari bermacam-macam subyek di dalamnya.
3.
Untuk
menggerakkan tenaga-tenaga yang ada di lingkungan supaya aktif membantu usaha
pembinaan pastoral yang diadakan jika berpotensi dan memiliki kemampuan.
4.
Untuk menemukan
identitas kelompok atau perorangan di mana dapat diketahui kebutuhan-kebutuhan,
masalah-masalah, untuk kemungkinan-kemungkinan
membuka kerjasama yang pokok dalam usaha pastoral.
E. Bentuk
- Bentuk Perkenalan
1.
Perkenalan
antar pengurus
Supaya suatu lingkungan, stasi, organisasi dapat
berjalan sesuai dengan program yang telah disusun dan dapat terjadi kekompakan
didalam kelompok maka yang pertama-tama perlu saling mengenal adalah pengurus
lingkungan, organisasi itu sendiri sebab keberhasilan suatu organisasi baik
teritorial (bagian) maupun kategori sangat ditentukan oleh pengurusnya. Jika
pengurus baik maka organisasi atau lingkungan baik pula, tetapi jika pengurus
bobrok maka organisasi atau lingkungan
akan bobrok pula. Itulah sebabnya di antara pengurus lingkungan dan organisasi
itu harus saling mengenal secara mendalam dan menerima mereka apa adanya.
2.
Perkenalan
antara pengurus lingkungan/organisasi dengan warga/anggota. Untuk
menghidupkan suatu lingkungan/organisasi
maka para pengurus pula harus mengenal warganya/anggotanya
masing-masing. Pengurus harus mengetahui kebutuhan dan nasalah-masalah dari
warganya, lagi pula karena warganya adalah warga yang berkarya, maka pengurus
juga harus mengenal potensi, kemampuan dan kesediaan mereka untuk menjalankan
karya pastoral. Jikalau pengurus lingkungan/organisasi tidak mengetahui
kebutuhan, masalah, potensi dan kemampuan dari umatnya, maka sulit untuk
membimbing warganya. Sulit untuk mendapatkan kepercayaan dari mereka, sebab
mereka (para pengurus) seorang asing bagi warga lingkungan/organisasi itu.
3.
Perkenalan
antar warga
Perkenalan ini bukan hanya perkenalan antara
pengurus-pengurus lingkungnan dengan anggotanya, akan tetapi juga perkenalan
antar anggota. Seringkali perkenalan diartikan secara sempit yaitu pengurus
lingkungan mengenal domba-dombanya dan tidak memperhatikan saling mengenal
diantara warga lingkungan. Pengurus linkungan perlu berusaha agar warga kring
saling mengenal, justru kalau warga
saling mengenal ada kemungkinan timbul kelompok yang lebih premair lagi yaitu
keluarga-keluarga. Umpamanya karena muda-mudi katolik di dalam lingkungan
saling bertemu, saling mengenal dan mungkin saling jatuh cinta, maka pemuda
katolik akan kawin dengan pemudi katolik, sehingga akan terbentuk
keluarga-keluarga katolik, tetapi kalau mereka tidak pernah saling mengenal dan
hidup dalam komunitas lain, dengan sendirinya pembentukan kelompok yang lebih
besar juga terjadi di luar kancah gereja
dan kring. Perkenalan komunita memerlukan perkenalan, sehingga perkenalan antar
warga perlu juga diadakan, umpamanya ada perkenalan putra dan putri, perkenalan
antara orang yang mempunyai profesi sama. Pengurus lingkungan perlu mencari
kesempatan atau usaha yang lebih mengenal antara warga yang satu dengan warga
yang lainnya yang lebih mempererat hubungan antar sesama.
F. Hal-Hal
Yang Perlu Dikenal
1.
Sifat/sikap.
Yang dimaksud dengan sifat/sikap adalah watak
dari orang yang anda ajak kenalan sewaktu dia menghadapi perkenalan
saudara.misalnya:
a.
ramah
b.
penuh
perhatian
c.
tertutup
d.
apatis
e.
banyak
bicara
f.
tidak ramah
g.
acuh tak
acuh
h.
Terbuka
i.
Berminat
j.
pendiam
dsb.
2.
Pandangan
Yang dimaksud disini adalah pandangan/prinsip
hidup seseorang yang
menyangkut/menyatakan pribadi serta cara hidupnya, misalnya:
a.
kondervatif
b.
ekonomi
c.
demokratis
d.
politis
e.
progeresif
f.
intelek
g.
liberal
h.
seni
i.
modern
j.
teknis
k.
social
l.
religius,dsb.
3.
Kebutuhan
Adapun yang dimaksud dengan kebutuhan disini
adalah apa yang diperlukan untuk hidup layak sebagai anggota gereja, orang
Kristiani dan manusia ciptaan Tuhan. Kebutuhan-kebutuhan ini misalnya:
a.
Kebutuhan-kebutuhan
umum:
1)
pendapatan/hak
milik
2)
perumahan
3)
pendidikan
4)
kebudayaan
5)
pekerjaan
6)
kesehatan
7)
usia lanjut
8)
politik,
dsb.
9)
Konsumsi
10) keluarga
11) keamanan
b.
Kebutuhan-kebutuhan
pastoral:
1)
Ekumene
2)
Doa
3)
Keadaan
sosial
4)
Kebudayaan
5)
Ascese
& mistik
6)
Pengrasulan
7)
Pek.past
8)
Pendidikan
9)
Katekese
10) Panggilan
11) Pengrasulan jabatan
12) Pembentukan pribadi
13) Liturgi
14) Keluarga & perkawinan
Kebutuhan
ini merupakan hal yang harus dipenuhi. Untuk dapat memenuhinya maka
pertama-tama kebutuhan itu harus ditemukan terlebih dahulu. Untuk dapat
menemukan kebutuhan-kebutuhan yang ada, dapat ditempuh dengan menggunakan
cara-cara sebagai berikut:
a.
Dengan
mengadakan kunjungan terhadap orang-orang/anggota.dengan mendengarkan keluhan
mereka.
b.
Dengan
mengadakan musyawarah atau pembicaraan bersama anggota kelompok pada
kesempatan-kesempatan tertentu, misalnya pertemuan anggota, pengurus, doa
lingkungan dan sebagainya.
4.
Masalah
Masalah ini erat kaitannya dengan kebutuhan,
sebab masalah itu justru timbul jika kebutuhan yang di dalam usaha pemenuhannya
mengalami hambatan-hambatan dan kesulitan-kesulitan dan bahkan kadang-kadang
tidak dapat dipenuhi. Pada umumnya masalah juga merupakan hal yang sudah
dimulai, tetapi tidak terselesaikan. Umpamanya:
-
umat
membutuhkan doa bersama, akan tetapi tidak ada tempat yang dapat menampung
mereka yang hadir. Umat membutuhkan kuburan yang
aman tetapi tidak ada uang untuk membuat pagar.
-
muda-mudi
membutuhkan kegiatan olah raga tetapi sarana tidak ada atau sarana untuk
membeli peralatannya tidak tersedia.
Adapun masalah-masalah yang sering kali kita
temukan didalam umat antara lain:
a.
Masalah-masalah
umum:
1)
Pendapatan/hak
milik
2)
Perumahan
3)
Pendidikan
4)
Kebudayaan
5)
Pekerjaan
6)
kesehatan
7)
usia lanjut
8)
politik
dsb.
9)
konsumsi
10) keluarga
11) keamanaan
b.
Masalah-masalah
pastoral:
1)
Ekumene
2)
Pengrasulan
3)
Pengrasulan
jabatan
4)
Escese dan
mistik
5)
Panggilan
6)
Keluarga
dan perkawinaan
7)
Katekese
8)
Liturgi
9)
Kebudayaan
10) Pembentukan kepribadian
11) Keadilan sosial
12) Pendidikan dan pengajaran
13) Doa
14) Pekerjaan pastoral
15) Basis komunitasi
Masalah-masalah ini perlu dipecahkan, tak ada
gunanya untuk menunggu saja sebab masalah-masalah menjadi kecenderungan makin menjadi besar jika di biarkan.ada
masalah yang tidak begitu mendesak, tetapi ada masalah yang begitu mendesak
serta ada pula masalah yang amat mendesak, sehingga mudah dipecahkan akan
merugikan lingkungan secara
besar-besaran atau gereja.jikalau masalah urgen tidak ada jalan lain
bagi pengurus wilayah kecuali memecahkannya. Umpamanya: masalah perkawinan
diluar gereja. Ini merupakan masalah yang tidak dapat ditunda
pemecahannya.sebab dapat membahayakan iman. Untuk menemukan masalah tidak
begitu sulit, sebab lebih mudah kelihatan dari pada kebutuhan. Untuk dapat
menemukan masalah-masalah itu ada beberapa cara yang bisa ditempuh misalnya:
-
Mendengarkan
keluhan-keluhan dari warga lingkungan.
-
Dengan
menghubungi organisasi-organisasi paroki(yang lebih tinggi) untuk mengetahui
masalah-masalah yang mereka temukan.
5.
Minat
/cita-cita/harapan:
Yang dimaksud disini adalah sesuatu yang
disenangi,diharapkan/dicita-citakan oleh orang-orang yang saudara kenal, antara
lain:
a.
Minat/cita-cita/harapan
umum:
1)
Membaca
2)
Bertani
3)
Pers.
4)
Pelayanan
kesehatan
5)
Olahraga
6)
Beternak.
7)
Angkatan
Bersenjata
8)
Pekerjaan
Sosial dsb.
9)
Kesenian
10) Berindustri
11) Kepegawaian
12) Berdagang
13) Perbengkelan
14) Perguruan
b.
Minat /
cita - cita / harapan pastoral :
1)
Pengrasulan
2)
Hidup
Membiara
3)
Katekis.
4)
Doa
5)
Rasul awam.
6)
Imam dsb.
6.
Pekerjaan
/Kedudukan /status :
Yang dimaksud di sini ialah yang berhubungan
dengan status/mata pencaharian, pekerjaan sehari-hari atau usaha-usaha yang
dijalankan oleh orang-orang yang saudara kenal. Lebih lanjut dapat dibedakan
mengenal tinggi rendahnya, luas sempitnya dari suatu pekerjaan atau jabatan
tertentu. Pekerjaan/kedudukan/status ini digolongkan sebagai berikut:
a.
Pendidikan
1)
Pendidik
dasar (misalnya: Guru Tk , Kepala sekolah Tk , Guru SD, Kepala Sekolah SD).
2)
Pendidik
menengah ( misalnya: Guru SMP, Kepala sekolah SMP, Guru SMA, Kepala Sekolah
SMA).
3)
Pendidik
tinggi (misalnya: Dosen, Rektor, Maha Guru, Dekan, Asisten Dosen).
b.
Pegawai
1)
Pegawai
Rendah
Misalnya: Pesuruh, tukang kebun, tukang sapu
jalan, tukang sampah.
2)
Pegawai menengah.
Misalnya: TU, Kepala bagian, sopir kantor,
pamong praja, pengantar surat.
3)
Pegawai
tinggi
Misalnya: Kepala Jabatan, Kepala Perusahaan,
Direktur, Bupati, dsb.
c.
Buruh.
1)
Buruh kecil
Misal: Tukang becak, tukang cukur, buruh tani,
Kuli bangunan.
2)
Buruh
menengah
Misal: Tukang kayu, tukang batu, tukang jahit,
sopir taksi, bengkel.
d.
Pengusaha
1)
Pengusaha
kecil (pedagang kaki lima, petani kecil, makelar)
2)
Pengusaha
menengah (pedagang, petani)
3)
Pengusaha
besar.
Misal: Komputer, eksportir, bangkir, real
estate, pengusaha pelabuhan.
e.
ABRI
(Angkatan Bersenjata Republik Indonesia)
1)
Tamtama /
Catam
2)
Bintara /
perwira menengah.
3)
Perwira
Tinggi.
f.
Spesialisasi.
1)
Dokter.
2)
Mantri
3)
Dukun bayi
/ pijat
4)
Jaksa
5)
Perawat.
6)
Bidan
7)
Hakim
8)
Wartawan
9)
Budayawan/seniman
10) Pematung/pemahat
11) Pelukis
12) Penyanyi
13) Penari
14) Penyair
15) Dalang
16) Pemusik
17) Pemain film
18) Pengarang
19) Waranggana/sinden
20) Lawak
7.
Fungsi
dalam masyarakat:
Yang di maksudkan di sini adalah peranan
seseorang di dalam masyarakat atau pengaruh seseorang di dalam masyarakat di
mana ia tinggal, berdasarkan hal tersebut dapat digolongkan sebagai berikut:
a.
Tingkatan
masa umat
Dengan masa umat dimaksudkan di sini adalah
anggota umat yang tidak mengetahui usaha pastoral dengan jelas. Mereka tertarik
karena alasan subyektif, adat atau perintah atasan. Mereka tidak bergerak,
tetapi sering di gerakkan dan mudah pasif. Mereka dijiwai dan dibimbing oleh
orang-orang yang mempunyai keinsafan yang lebih tinggi.
b.
Peserta
Peserta adalah orang yang ikut usaha pastoral dengan pengertian mengenal
usaha dan tujuan itu. Mereka mempunyai
keinsanan mengenai jalannya usaha yang mereka ikuti, usaha pastoral atas
pilihan yang di pertanggung jawabkan oleh mereka sendiri.
c.
Aktivis
Aktivis adalah peserta yang aktif di dalam usaha
yang tidak hanya insaf tetapi sanggup bekerja. Mereka bersedia menjalankan
hal-hal yang ditugaskan kepada mereka, tetapi mereka tidak ikut bertanggung
jawab penuh atas berhasilnya tugas yang dibebankan kepada merteka.
d.
Penangun
jawab
Penangung jawab adalah aktivitas yang mencapai
tujuannya. Tanpa didorong mereka usahkan bahwa segala tugas yang dibebankan
kepada mereka diselesaikan.usaha-usaha dapat diselesaikan kepada mereka.
e.
Pemimpin
Pemimpin adalah tingkatan yang tertinggi dalam
usaha pastoral. Mereka tidak hanya bertanggung jawab akan tetapi berdasarkan
atas iman, pengertian dan keinsafan menentukan perkembangan dan keaktifan
seluruh usaha. Pemimpin /pembimbing dan mengarahkan usaha tujuannya. Pemimpin
mengetahui tujuan usaha konkrit. Ia dapat menyesuaikan keaktifan dengan keadaan
sosial yang selalu berubah. Ia menentukan jalan-jalan dan cara kerja. Ia
memberikan tugas-tugas kepada penangung jawab dengan mereka serta bekerja sama.
Fungsi dalam tingkatan ini dalam usaha berlainan. Fungsi dari masa umat ialah
untuk menjadi dasar reseptip seluruh usaha pastoral dan dasar potensial dari
mana tingkatan lain berasal.
8.
Peranan
dalam gereja/pastoral:
Yang dimaksud disini adalah jabatan peranan
seseorang dalam kegiatan pengembangan umat,baik dalam suatu lingkungan/paroki
maupun dalam suatu kelompok atau organisasi tertentu, misalnya:
Pengurus dewan paroki/stasi/wilayah/lingkungan.
Pengurus organisasi katolik
paroki/stasi/wilayah/lingkungan.
a.
Anggota
wanita katolik
b.
Anggota
organisasi pemuda katolik.
c.
Anggota
legio maria.
d.
Anggota
SSV.
e.
Anggota
Pangruktilaya.
f.
Anggota ME.
g.
Anggota
kariamatik.
h.
Katekis.
i.
Guru agama
katolik.
j.
Guru
sekolah minggu/remaka.
k.
Guru
katolik.
l.
Umat
katolik.
m.
Rohaniwan/wati.
n.
9.
Kecakapan
dalam hubungan dengan pekerjaan pastoral/potensi:
Didalam suatu lingkungan/organisasi tidak hanya
ada kebutuhan dan masalah tetapi ada potensi, misalnya:
a. Koor.
h.
Memimpin umat.
b. Dirigent i.
Mengajar agama katolik.
c. Memimpin
doa
j.
Mempersiapkan ekristi/ubadat sabda.
d. Memberi
renungan k. Penghubung pastoral.
e. Membaca/lektor l. Membimbing
umat
f. Donatur m.
Pekerjaan sosial/kariaktif
g. Pengerak
umat.
Banyak
dari kebutuhan lingkungan tidak terpenuhi dan masalah tidak terselesaikan
karena potensi yang ada didalam lingkungan/organisasi tidak dikenal.Dalam
melaksanakan tugasnya pengurus lingkungan/organisasi tidak bekerja sendirian,
harus disamping pengurus lingkungan/organisasi masih ada tenaga-tenaga baik
individu atau kelompok-kelompok mempunyai kemampuan yang dapat disumbangakan
dalam kehidupan/organisasi. Orang-orang atau kelompok itu mempunyai potensi di
dalam lingkungan atau organisasi. Pengurus lingkungan atau organisasi jangan
bekerja dengan berangapan seolah-olah orang lain tidak ada atau tidak mampu
menjalankan itu. Sebab pengurus lingkungan/organisasi tidak mungkin bekerja
sendiri.
Umat/kelompok
yang potensial ini jangan dianggap saingan malahan mereka-mereka ini harus
dilibatkan di dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan didalam
lingkungan/organisasi tersebut. Dengan melibatkan mereka itu, maka kegiatan-kegiatan lingkungan akan
ditangani oleh orang yang tahu dan bekerja dalam bidangnya, sehingga
lingkungan/organisasi akan hidup dan berkembang.
10. Kesediaan untuk tugas-tugas gereja:
Yang dimaksud disini adalah kerelaan seseorang
untuk menyumbangkan tenaga/pikiran/materi,bagi pengembangan umat, misalnya:
a.
Bersedia
untuk ikut didalam kelompok koor.
b.
Bersedia
untuk menjadi dirigent.
c.
Bersedia
mengajar umat.
d.
Bersedia
memimpin umat.
e.
Bersedia
memberi renungan.
f.
Bersedia
menjadi lektor.
g.
Bersedia
menjadi pengerak umat.
h.
Bersedia
menjadi penghubung pastor.
i.
Bersedia
membantu mempersiapkan perayaan ekaristi/ibadat sabda.
G. Contoh
Lembaran Dan Cara Pengisiannya
PEDOMAN PENGISIAN FORMULIRPERKENALAN PASTORAL
I. Daerah
dan Nama Petugas Pastoral.
Keuskupan
: ..................................................................................................
Paroki
: Isilah dengan
nama/alamat/wilayah dimana anda betugas.
Wilayah/stasi :.......................................................................................
Kring/Kelompok/Lingk. :.................................................................................
Nama petugas : Isilah dengan nama-nama
petugas pastoral.
II. Identitas
Subyek Perkenalan
(Subyek perkenalan adalah orang yang diajak
berkenalan/satu orang)
Nama : ...................................................................................................
Jenis kelamin : Cukup
jelas.
Umur : ...................................................................................................
Alamat :
..................................................................................................
III. Hasil
Perkenalan.
1. Sifat/sikap : Yang dimaksud adalah bagaimana watak/perangai
orang yang anda ajak berkenalan sewaktu
ia menghadapi perkenalan saudara.
2. Pandandangan
: Pendapat/prinsip hidup seseorang yang
menyangkut atau menyatakan pribadi serta cara hidupnya.
3. Kebutuhan : Hal-hal mana yang di butuhkan/di perlukan
oleh orang yang saudara kenal. Kebutuhan ini meliputi :
a. Kebutuhan umat
: Pekerjaan, pendidikan, dll.
b. Kebutuhan
pastoral:doa bersama/ret-ret dsb.
4. Masalah :
Hal-hal yang merintangi terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan tersebut.
Misalnya; idak ada waktu untuk berdoa, tidak berani kegereja karena miskin. Dapat pula saudara
tulis masalah yang memang perlu segera
mendapat penyelesaien/pemecahan.
5. Minat/cita-cita :
Sesuatu yang disenangi, diharapkan atau dicita-citakan oleh orang yang
anda kenal. Misalnya: berdoa, membaca, senisuara, dsb.
6. Pekerjaan/kedudukan/Status:
Pengisian
ini adalah berhubungan dengan: mata pencaharian, pekerjaan sehari-hari atau
usaha-usaha apa yang dijalankan oleh
orang yang saudara kenal. Lebih lanjut dapat dibedakan mengenai tinggi
rendahnya/sempit luasnya pekerjaan maupun
jabatan tersebut.
Contoh: Bpk. Karto adalah termasuk pegawai menengah, pekerjannya adalah tata usaha
kantor sosial kabupatean.
7. Fungsi
dalam masyarakat Sekitar:
Yang di maksud adalah perananan seseorang maupun
pengaruhnya dalam masyarakat dimana ia tinggal. Berdasarkan hal tersebut dapat
diadakan pengolongan sebagai berikut:
a.
Pemimpin
(Yang formal maupun non-formal)
Misal: Bapak pamong, Lurah, Carik, RT, RW.
Yang informal:kyai,sesepuh.
b.
Penanggung
jawab:
Golongan ini tidak termasuk pemimpin, akan
tetepi biasanya duduk dalam seksi-seksi atau kepengurusan suatu organisasi.
Misal: Ketua kesenian kampung, ketua
pangruktilaya.
c.
Peserta:
Orang-orang bukan pemimpin, akan tetepi ikut
dalam kegiatan masyarakat.
d.
Pengikut:
Orang-orang yang hanya sekedar ikut-ikut dan
biasanya pasif.
e.
Massa.
8.Peranan dalam gereja Atau
pastoral:
Dimaksudkan adalah jabatan atau peranan
seseorang dalam kegiatan perkembangan umat paroki/kring.
9.Kecakapan dalam hubungan dengan pekerja pastoral:
Kemampuan/kealihan yang dimiliki oleh seseorang
yang dapat disumbangkan untuk pengembangan kehidupan umat.
Misal: cakap melatih koor, dapat memimpin doa,
dsb.
10. Kesediaan tugas Grj : Kerelaan seseorang
untuk ikut serta memyumbangkan tenaga/pikiran/materi bagi pengembangan umat.
IV. Keterangan
: Cukup jelas.
H. Pengolongan
Hasil Perkenalan.
Perkenalan
diadakan terhadap sejumlah orang dalam suatu lingkungan/organisasi tertentu.
Pemilihan orang yang akan dikenal ini harus dengan pertimbangan bahwa mereka
dapat mewakili kelompoknya. Sehingga hasil pengolahan dari perkenalan ini nanti
dapat pula mewakili dari kelompok yang ada.
Supaya
data dari hasil perkenalan itu mempunyai arti,maka harus diolah. Pengolahannya
dengan memakai kolom-kolom sebagai berikut:
1. Sifat/Sikap
|
No |
Sifat/Sikap |
Jumlah |
Prosentase |
|
1 |
|
|
|
|
2 |
|
|
|
|
3 |
|
|
|
|
4 |
|
|
|
|
5 |
|
|
|
|
Jumlah |
|
|
|
2. Pandangan
|
No |
Pandangan |
Jumlah |
Prosentase |
|
1 |
|
|
|
|
2 |
|
|
|
|
3 |
|
|
|
|
4 |
|
|
|
|
5 |
|
|
|
|
Jumlah |
|
|
|
3. Kebutuhan-Kebutuhan
|
No |
Kebutuhan |
Jumlah |
Prosentase |
|
1 |
|
|
|
|
2 |
|
|
|
|
3 |
|
|
|
|
4 |
|
|
|
|
5 |
|
|
|
|
Jumlah |
|
|
|
4. Masalah-Masalah
|
No |
Masalah |
Jumlah |
Prosentase |
|
1 |
|
|
|
|
2 |
|
|
|
|
3 |
|
|
|
|
4 |
|
|
|
|
5 |
|
|
|
|
Jumlah |
|
|
|
5. Minat/Cita-Cita/Harapan
|
No |
Minat/Cita-Cita/Harapan |
Jumlah |
Prosentase |
|
1 |
|
|
|
|
2 |
|
|
|
|
3 |
|
|
|
|
4 |
|
|
|
|
5 |
|
|
|
|
Jumlah |
|
|
|
6. Pekerjaan/Kedudukan/Status
|
No |
Pekerjaan/Kedudukan/Status |
Jumlah |
Prosentase |
|
1 |
|
|
|
|
2 |
|
|
|
|
3 |
|
|
|
|
4 |
|
|
|
|
5 |
|
|
|
|
Jumlah |
|
|
|
7. Fungsi
Dalam Masyarakat
|
No |
Fungsi Dalam Masyarakat |
Jumlah |
Prosentase |
|
1 |
|
|
|
|
2 |
|
|
|
|
3 |
|
|
|
|
4 |
|
|
|
|
5 |
|
|
|
|
Jumlah |
|
|
|
8.
Peranan Dalam Gereja/Pastoral
|
No |
Peranan Dalam Gereja/Pastoral |
Jumlah |
Prosentase |
|
1 |
|
|
|
|
2 |
|
|
|
|
3 |
|
|
|
|
4 |
|
|
|
|
5 |
|
|
|
|
Jumlah |
|
|
|
9. Kecakapan
Dalam Hubungan Dengan Pekerjaan Pastoral
|
No |
Kecakapan Dalam Hubungan Dengan Pek. Past. |
Jumlah |
Prosentase |
|
1 |
|
|
|
|
2 |
|
|
|
|
3 |
|
|
|
|
4 |
|
|
|
|
5 |
|
|
|
|
Jumlah |
|
|
|
10. Kesediaan
Untuk Tugas Gereja
|
No |
Kesediaan Untuk Tugas Gereja |
Jumlah |
Prosentase |
|
1 |
|
|
|
|
2 |
|
|
|
|
3 |
|
|
|
|
4 |
|
|
|
|
5 |
|
|
|
|
Jumlah |
|
|
|
BAB IV
SENSUS
ATAU INVENTARISASI
A. Dasar-Dasar
1. Dasar
Injil
Sensus
atau iventarisasi lingkungan dapat didasarkan atas pandangan Kristus sendiri
yaitu bahwa seorang gembala yang baik mengenal domba-dombanya, tidak hanya
secara kwalitatif (seperti mengenal watak mereka, kenakalan atau kebaikan dari
domba-dombanya) akan tetapi juga secara kwantitatif (Mat 18:12-14). Gembala
yang baik tahu kalau diantara dombanya ada yang hilang,sehingga ia meningalkan
99 dipadang rumput untuk mencari 1 yang hilang. Hal itu berarti bahwa
ia tahu, kalau dia mempunyai 100 domba. Kristus mempradugakan bahwa gembala
yang baik tidak menganggap perkara kecil jika dari begitu banyak domba ada satu
yang hilang, melainkan dia amat gembira kalau ada satu yang hilang itu
ditemukan kembali.
Itulah
juga benar untuk pengurus lingkungan atau ketua kring, tahu akan umatnya, tahu
berapa umatnya. Unsur mengetahui berapa yang dipercayakan kepadanya dan
bagaimana keadaannya, itulah bagian yang oleh gembala utama dan oleh pastor
dipercayakan kepada pengurus lingkungan. Pada masa sekarang pastor tidak ada
waktu untuk mencari domba-dombanya satu persatu karena terlalu banyak khususnya
dalam paroki yang besar. Mengetahui bagaimana keadaan domba-dombanya semua itu tergantung dari pengurus
lingkungan. Jelaslah bahwa itu adalah tugas pokok yang didelegasikan kepada
pengurus kring. Karena itu berdasar atas tanggung jawab terhadap Gereja,
pengurus lingkungan harus mengadakan sensus yang baik.
2. Dasar
Sosiologis
Dalam
perkembangan komunita, pengurus lingkungan perlu juga mengetahui berapa anggota termasuk
didalam komunitanya. Untuk perkembangan komunitas tiap orang bernilai. Pemimpin dari komunita tidak boleh mempunyai
sikap acuh tak acuh terhadap anggota-anggota yang ada dalam komunita.
Kalau dia mempunyai sikap acuh tak acuh dan
tidak peduli jika ada suatu anggota yang hilang, maka lambat laun semua
anggotanya akan menjadi kecil. Sebaliknya kalau ia merasa
prihatin terhadap tiap orang/setiap keluarga yang hilang, sehingga
diurusnya satu persatu, maka komunita akan semakin berkembang, Untuk
perkembangan komunita khususnya dewasa ini mana ada tekanan dan gereja secara
sistematis baik dari luar maupun dari dalam oleh perubahan jaman dan merosotnya
iman, maka sensus warga lingkungan amat penting.karena itulah diharapkan setiap
pengurus lingkungan mengadakan sensus untuk lingkungannya.
3. Macam-
Macam Sensus/Iventarisasi
a.
Sensus/Iventarisasi
Umum
Yang dimaksud dengan iventarisasi umum adalah:
suatu pencatatan atau perincian mengenai keadaan umat atau anggoata pada
umumnya yang tidak langsung berhubungan dengan kehidupan menggereja. Hal-hal
yang perlu diketahui dan dicatat dalam rangka iventarisasi umum adalah:
1.
Keadaan
geografis, Meliputi:
·
Keadaan
alam.
·
Letak dan
batas-batasnya.
·
Keadaan
lalu lintas.
2.
Keadaan
Demografis, Meliputi:
·
Bahasa dan
adat istiadat
·
Hubungan
keluarga,dll.
3.
Keadaan
sosiologis, Meliputi:
·
Tradisi
·
Pendidikan
·
Kesehatan
·
Sosial
masyarakat, dll.
·
Agama dan
kepercayaan.
4.
Keadaan
topografis.(Daerah suatu kawasan)
5.
Keadaan
flora dan fauna.
b.
Iventarisasi
Khusus.
Yang dimaksud dengan iventarisasi khusus adalah
suatu usaha dari pekerja pastoral untuk membuat catatan secara terperinci
mengenai keadaan atau situasi umat yang langsung berhubungan dengan
kegiatan-kegiatan mengereja. Iventarisasi khusus ini meliputi:
1)
Sensus/inventarisasi
sakramental.
Hal-hal yang perlu diketahui dan dicatat dalam
rangka sensus/inventarisasi sakramental adalah:
a.
Jumlah umat katolik dalam lingkungan/paroki/organisasi
|
No |
Agama |
Jumlah |
|
1 |
Katolik |
............orang |
|
2 |
Kristen |
............orang |
|
3 |
Islam |
............orang |
|
4 |
Hindu |
............orang |
|
5 |
Budha |
............orang |
|
Jumlah |
............orang |
|
b.
Jumlah permandian di paroki/lingkungan/organisasi
|
No |
Kelompok |
Pria |
Wanita |
Jumlah |
|
1 |
0 - 1 tahun |
.........orang |
.......orang |
............orang |
|
2 |
2 - 7 tahun |
.........orang |
.......orang |
............orang |
|
3 |
8 tahun ke atas |
.........orang |
.......orang |
............orang |
|
Jumlah |
.........orang |
.......orang |
............orang |
|
c.
Mereka yang dipermandikan setelah berumur 7 tahun ke atas berasal
dari agama:
|
No |
Agama |
Jumlah |
|
1 |
Kristen Protestan |
............orang |
|
2 |
Islam |
............orang |
|
3 |
Hindu |
............orang |
|
4 |
Budha |
............orang |
|
Jumlah |
............orang |
|
d.
Jumlah katekumen di paroki/lingkungan/organisasi.
|
No |
Kelompok |
Pria |
Wanita |
Jumlah |
|
1 |
7 - 20 tahun |
.........orang |
.........orang |
.........orang |
|
2 |
2 0 tahun ke atas |
.........orang |
.........orang |
..........orang |
|
Jumlah |
.........orang |
.........orang |
..........orang |
|
e.
Jumlah umat yang menerima komuni pertama di
paroki/lingkungan/organisasi selama tahun.........
|
No |
Jenis Kelamin |
Jumlah |
|
1 |
Pria |
............orang |
|
2 |
Wanita |
............orang |
|
Jumlah |
............orang |
|
f.
Jumlah perkiraan umat yang menerima Sakramen Pengakuan di
paroki/lingkungan/organisasi selama tahun.....................
|
No |
Jenis Kelamin |
Jumlah |
|
1 |
Pria |
............orang |
|
2 |
Wanita |
............orang |
|
Jumlah |
............orang |
|
g.
Jumlah Perkawinan di paroki/lingkungan/organisasi selama
tahun...........
|
No |
Jenis Pasangan |
Jumlah |
|
1 |
Katolik – Katolik |
............ pasang |
|
2 |
Katolik – Katekumen |
............ pasang |
|
3 |
Katolik - Kristen
Protestan |
............ pasang |
|
4 |
Katolik - Non Kristen |
............ pasang |
|
Jumlah |
............ pasang |
|
h.
Perincian Jumlah Perkawinan di paroki/lingkungan/organisasi selama tahun...........
|
No |
Pria |
Wanita |
Jumlah |
|
1 |
Katolik |
Katolik |
............ pasang |
|
2 |
Katolik |
Katekumen |
............ pasang |
|
3 |
Katolik |
Protestan |
............ pasang |
|
4 |
Katolik |
Islam |
............ pasang |
|
5 |
Katolik |
Hindu |
............ pasang |
|
6 |
Katolik |
Budha |
............ pasang |
|
7 |
Budha |
Katolik |
............ pasang |
|
8 |
Hindu |
Katolik |
............ pasang |
|
9 |
Islam |
Katolik |
............ pasang |
|
10 |
Protestan |
Katolik |
............ pasang |
|
11 |
Katekumen |
Katolik |
............ pasang |
|
|
|
|
|
i.
Jumlah pembubaran perkawinan di paroki/lingkungan/organisasi selama
tahun....................
|
No |
Pembubaran Perkawinan |
Jumlah |
|
1 |
Oleh Penguasa Gereja: |
|
|
|
a. Declaratio Matrimoni |
............ pasang |
|
|
b. Dissulatio Matrimoni |
............ pasang |
|
|
- Infavorum Fidei |
............ pasang |
|
|
- Ratum non Consumatum |
............ pasang |
|
2 |
Oleh Catatan Sipil Saja |
............ pasang |
|
3 |
Tafsiran jumlah
perceraian yang tak resmi |
............ pasang |
|
Jumlah |
............ pasang |
|
j.
Jumlah Perkawinan yang dibereskan oleh Gereja di
paroki/lingkungan/organisasi selama
tahun.....................
|
No |
Pemberesan Perkawinan |
Jumlah |
|
1 |
Convalidatio dengan
Dispensatio |
............ pasang |
|
2 |
Convalidatio tanpa
Dispensatio |
............ pasang |
|
Jumlah |
............ pasang |
|
k.
Jumlah orang yang menerima Sakramen Perminyakan di
paroki/lingkungan/organisasi selama tahun................
|
No |
Pria |
Wanita |
Jumlah |
|
1 |
............ orang |
............ orang |
............ orang |
|
|
|
|
|
l.
Jumlah orang yang menerima Sakramen Penguatan di
paroki/lingkungan/organisasi selama tahun................
|
No |
Pria |
Wanita |
Jumlah |
|
1 |
............ orang |
............ orang |
............ orang |
|
|
|
|
|
m.
Jumlah orang yang meninggal di paroki/lingkungan/organisasi selama
tahun................
|
No |
Kelompok |
Pria |
Wanita |
Jumlah |
|
1 |
0 - 7 tahun |
.........orang |
...........orang |
.......orang |
|
2 |
8 tahun ke atas |
..........orang |
...........orang |
.......orang |
|
Jumlah |
..........orang |
...........orang |
......orang |
|
Sensus/inventarisasi sakramental sebagaimana diuraikan
diatas banyak digunakan dalam paroki-paroki diberbagai keuskupan di Indonesia, khususnya
yang ditangani oleh kelompok Atmajaya.
Sedangkan sensus/inventarisasi sakramental yang dijalankan
di STP-IPI yaitu yang digunakan oleh
mahasiswa sewaktu praktek/KKN adalah
mencakup unsur-unsur sebagai berikut:
-
Nomor
-
Nama lengkap
-
Jenis kelamin
-
Tanggal Lahir
-
Tanggal Baptis
-
Tanggal komuni pertama
-
Tanggal krisma
-
Tanggal Penerimaan Sakramen Perkawinan
-
Keterangan
Untuk kolom keterangan
dapat diisi mengenai:
-
Warga katolik yang pra katekumen
-
Permandian baru.
-
Katekumen.
-
Kematian.
-
Pindah dari Gereja lain (pratestan).
-
Pindah ke lingkungan lain.
-
Pendatang baru dari lingkungan lain.
-
Murtad (pindah agama).
Dalam usaha sensus/inventarisasi
sakramental dan administrasi lingkungan/paroki/organisasi, pekerja
pastoral/pengurus lingkungan mempunyai beberapa tugas, antara lain:
a)
Setiap tahun mengadakan sensus warga katolik di paroki/lingkungannya
baik untuk warga yang sudah
dipermandikan maupun calon katolik . Kesalahan dari sensus warga katolik adalah bahwa hanya mencatat orang-orang yang
sudah di permandikan saja, sedangkan yang lain tidak ikut dicatat. Sensus dapat
dilakukan dengan cara mendatangkan warga lingkungan/organisasi dalam
masyarakat. Dalam pelaksanaan dari sensus harus diingat prinsif : “Gunakanlah seluas dan sebanyak
mungkin potensi yang ada di lingkungan.”
Sensus hendaknya mencatat semua warga baik yang aktif maupun pasif, baik
yang jauh maupun yang dekat dengan
gereja, baik yang lama maupun yang baru.
b)
Meneruskan atau menyampaikan sensus warga katolik tersebut kepada
pastor paroki atau Dewan paroki.
c)
Memelihara sensus tersebut dengan mencatat jika ada yang pindah dari
tempat lain, yang pindah ke tempat lain, yang baru lahir, yang meninggal, dll.
Inilah yang di sebut dengan Meng up to date kan sensus. Sensus yang baik tidak
hanya terdiri dari mencatat satu kali saja akan tetapi dengan teratur mencatat
perubahan yang terjadi dalam keadaan mereka. Maka dari itu pekerja pastoral
harus mempunyai sistem dalam mana perubahan- perubahan yang terjadi dalam
paroki/lingkungan dapat dicatat dengan baik: sehingga pada akhir tahun keadaan itu dapat dilaporkan
kepada pastor paroki.
d)
Pekerja pastoral/pengurus lingkungan harus melatih warga, kalau
mengetahui ada orang yang baru di wilayahnya, supaya di daftarkan, di kunjungi
dan di antarkan ke orang tersebut. Hal ini juga berlaku jika ada warga yang meninggal, pindah ke tempat
lain, pindah agama.
e)
Jika ada warga yang meninggalkan lingkungan, sebaiknya di beri surat
keterangan yang nantinya dapat di gunakan di tempatnya yang baru. Tetapi harus
di perhatikan karena surat semacam ini memang dapat disalah gunakan. Mengenai pencatatan atau
teknik pencatatan sensus ini dapat mengikuti contoh/model yang di berikan oleh
pastor paroki. Perhatikanlah bahwa sensus ini merupakan pencatatan keterangan
dasar dan harus di sesuaikan dengan keterangan yang di sampaikan oleh pastor
atau Dewan kepada uskup
2)
Sensus pastoral.
Pengurus lingkungan/pekerja pastoral tidak hanya perlu
mengetahui berapa banyak orang yang dipermendikan, menerima komuni pertama dan
hal sejenisnya, tetepi juga perlu kualitas dari umatnya. Sensus juga mempunyai
arti pastoral; artinya membantu dalam
bimbingan. Tidak semua orang di dalam lingkungan keadaannya sama. Ada yang tiap hari kegereja, ada yang
mengadakan renungan harian dan sebagainya. Ada baiknya pengurus
lingkungan/pekerja pastoral mengetahui hal ini.
Yang menjadi soal
ialah bagaimana menilai hal itu. Dalam sensus pastoral ada beberapa
pokok yang perlu dicatat,yaitu:
1.
Kedudukan umat yang berhubungan dengan tugas
pengudusan,yang terdiri
dari:
a.
Ekaristi kudus.
b.
Ibadat sabda.
c.
Doa keluarga.
2.
Kedudukan umat sehubungan dengan tugas pewartaan yang meliputi:
a.
Katekese umat (pewartaan aktif)
b.
Pelajaran agama/pendalaman iman (pewartaan reseptif)
3.
Kedudukan umat yang sehubungan dengan tugas bimbingan atau
penggembalaan, yang terdiri
a.
Fungsi gerejani atau pewilayahan / bimbingan normal.
b.
Perkumpulan / kegiatan pengrasulan.
c.
Perkumpulan / kegiatan sosial.
d.
Kegiatan lain dalam komunita dasar.
4.
Sebagai tambahan dapat juga di catat mengenai :
a.
Status pendidikan ( sekolah )
b.
Status ekonomi
Untuk mencatat atau menilai di pergunakan kode-kode,
misalnya:
A : Adalah orang yang menjalankan lebih dari
pada yang yang
perlu atau
yang hidup kristianinya dalam bidang yang bersangkutan
dapat di
katakan lebih tinggi.
B : Adalah orang yang baik, artinya yang
menjalankan apa yang perlu
dijalankan atau yang menuruti kewajiban-kewajiban sebagai
orang
kristiani khusus bidang yang
bersangkutan.
C : Adalah orang yang dalam hidupnya sebagai
orang kristiani untuk
bidang yang bersangkutan dapat di katakan kurang.
Mugkin di antara kedudukan-kedudukan itu masih ada variasi
lain yang terletak, umpamanya antara A dan B, kalau begitu dapat di beri kode
AB. Sedangkan yang terletak di antara B dan C dapat di beri kode BC.
Disini akan diberikan contoh- contoh di dalam memberi
penilaian/mensensus secara pastoral, tetapi perlu di ingat bahwa hal ini bukan
yang mutlak, penyesuaian dengan situasi dan kondisi setempat merupakan hal yang
mutlak diperlukan. Kode -kode itu adalah sebagai berikut:
1.Ekaristi Kudus.
A : Orang selalu ikut
dalam misa harian.
AB : Orang yang mengikuti
misa lebih dari yang di wajibkan.
B : Orang yang selalu
mengikuti misa yang di wajibkan .
BC : Orang yang mengikuti
misa yang di wajibkan tetapi tidak terat.
C : Orang yang sama
sekali tidak mengikuti misa.
2.Doa lingkungan / Ibadat Sabda.
A : Orang yang selau ikut doa lingkungan/ibadat
sabda dan yang
selalu menguasai/memimpin, mengatur.
AB : Orang yang datang dalam doa lingkungan/ibadat
sabda secara
teratur dan ikut di dalamnya secara aktif, baik dalam doa bacaan
maupun musyawarah, dll.
B : Orang
yang biasa datang dalam doa lingkungan / ibadat sabda &
ikut di dalamnya.
BC : Orang yang kadang-kadang datang/jarang
datang dalam doa
lingkungan/ibadat sabda.
C : Orang
tidak pernah datang dalam doa lingkungan / ibadat sabda.
3.Doa Keluarga .
A : Orang yang secara teratur berdoa semua doa
harian dan juga
mengadakan renungan secara teratur.
AB : Orang yang
mengadakan doa harian secara teratur di tambah
Dengan salah satu devos.
B :
Orang yang berdoa pagi, doa malam
sesudah dan sebelum makan
karena ini dia anggap sebagai kewajiban.
BC : Orang yang berdoa
tidak tentu.
C :
Orang yang tidak pernah berdoa.
4.Pewartaan Aktif .( Katekese umat )
A : Orang yang mengajar agama secara profesional,
secara teratur
cakap dan sistematis berdasarkan jabatan atau kedudukan guru
rohaniawan, katekis.
AB : Orang yang
mengajar agama di sekolah / paroki secara suka rela
dengan teratur dan dengan kecakapan.
B :
Orang yang mengajar di lingkungannya sendiri seperti
orang tua
mengajar anaknya, pemuda dalam lingkungannya
,kelompoknya. BC : Orang yang tidak mengajar agama tetapi sebenarnya punya
potensi untuk mengajar agama, umpama mau asal bayar.
C : Orang yang tidak dapat mengajar agama.
5.Pelajaran agama reseptif (yang
menerima pelejajaran agama)
A : Orang yang menerima pelajaran agama secara
teratur menurut
kedudukannya.
AB : Orang yang menerima
pelajaran agama/pendalaman iman
disekolah dan juga menerima diluar tetepi tidak
se-intensif
dengan kelompok A.
B :
Orang yang menerima pelajaran agama secara
teratur baik
disekolah maupun diparoki sejauh diadakan, diberi
kesempatan.
AB : Orang yang tidak
menerima pelajaran agama secara teratur baik
disekolah maupundiparoki. jadi hanya
kadang-kadang.
C :
Orang yang sama sekali tidak
menerima pelajaran agama.
6.Bimbingan :dalam rangka kepemimpinan
lingkungan bimbingan formal.
A : Pimpinan.
Seperti ketua stasi/lingkungan.yakni orang yang
bertanggung jawab atas sebagian dari tugas gereja.
AB : Pengurus
stasi/lingkungan.
B :
Peserta yang aktif yang mempunyai
fungsi & menjalankannya.
BC : Golongan orang yang
pasif,sebagai pengikut.
C :
Orang yang sama sekali tidak ikut
kegiatan lingkungan/stasi.
7.Perkumpulan rohani/pengrasualan.
A : Sebagai ketua.
AB : Sebagai pengurus.
B :
Anggota,peserta yang aktif,ikut
menjalankan tugas.
BC : Anggota pasif.
C :
Orang yang tidak ikut perkumpulan
pengrasulan
8.Perkumpulan sosial
A : Ketua.
AB : Pengurus.
B :
Anggota aktif.
BC : Anggota pasif.
C :
Orang yang tidak ikut dalam
perkumpulan sosial.
9.Kegiatan lain-kegiatan komunita dasar.
A : Ketua
AB : Pengurus
B :
Anggota aktif
BC : Anggota pasif
C :
Orang yang tidak ikut dalam
kegiatan.
10. Sekolah
A : Orang yang punya pendidikan akademis. (BA,Drs,dst.)
AB : SLTA
B :
SLTP.
BC : SD.
C :
Drop out SD
Jika yang sudah
bekerja,dapat diisi:
A : Punya
keahlian tinggi.
AB : Punya keahlian menengah;Misalnya Guru,montir,dll.
B :
Tukang biasa.
BC : Orang semi skill.
C :
Orang yang tidak punya kecakapan apa-apa.
Status ekonomi
A : Keluarga
kaya.
AB : Keluarga yang lebih dari cukup.
B :
Keluarga cukup untuk biyaya pendidikan anakdan untuk hidup
sejahtera.
BC : Keluarga yang banyak masalah ekonomi,tetapi tidak seberapa
miskin
C :
Keluarga yang betul-betul kekurengan,ekonominya kurang untuk
hidup layak.
Catatan: Supaya tidak terjadi salah paham, perlu
ditekankan disini bahwa pengurus
lingkungan/pekerja pastoral tidak harus sensus pastoral sendiri. Dalam
pelaksanaannya dia dapat bekerja sama
dengan potensi-potensi yang ada dilingkungannya. Disamping itu juga harus
diperhatikan bahwa sensus pastoral ini diadakan terhadap subyek potensial, jadi
tidak semua orang harus disensus,
melainkan subyek yang potensial saja.
BAB V
BIMBINGAN KEPADA UMAT,
KELOMPOK DAN KELUARGA KATOLIK
A.
PENGERTIAN BIMBINGAN
Bimbingan adalah suatu proses pemberian
bantuan yang terus menerus dan sistematis kepada individu, dalam memecahkan
masalah, agar mampu memahami diri, mampu mengarahkan diri, mampu merealisasikan
diri sesuai dengan potensinya dalam mencapai penyesuaian diri dan bantuan itu
diberikan oleh orang yang memiliki pengetahuan dan pengalaman. Dalam bimbingan
tersebut yang dilaksanakan adalah bimbingan pastoral dan sekaligus bimbingan
sosial. Bimbingan pastoral atau bimbingan masyarakat katolik adalah pengarahan
dan pengaruh psikologi yang diberikan kepada pemimpin umat ataupun langsung kepada umat katolik untuk
mencapai tempat yang wajar di dalam
masyarakat negara Indonesia yaitu dengan
cara menjalin komunikasi yang paling utama dan cara kerja katolik.
B.
DASAR-DASAR
1.
Dasar Biblis
Dalam membicarakan tugas pekerja
pastoral/pengurus lingkungan di dalam bimbingan umat, kelompok ataupun keluarga
katolik dapat diambil sebagai dasarnya dari Yeh 34:1-6;11-16. Dari kutipan
tersebut menjadi jelas bahwa gembala
mempunyai kewajiban untuk menggembalakan, menguatkan yang lemah dan
sebagainya. Pengurus lingkungan dan pekerja pastoral adalah gembala umat. Dia
mengambil bagian dalam tugas kegembalaan dari Tuhan sendiri. Oleh sebab itu
mereka pun harus mengikuti cara dan petunjuk dari Tuhan dalam menggembalakan.
Dari hasil perkenalan dan sensus yang
diadakan pekerja pastoral/pengurus lingkungan akan menemukan masalah-masalah
yang di hadapi oleh umat.
Ada yang perkawinannya tidak beres,
ada yang tidak ke Gereja, ada yang tidak menerima pelajaran agama, dan
lain-lain. Mereka ini perlu dibimbing.
2.
Dasar Sosiologi.
Umat di dalam lingkungan atau
kelompok terdiri dari bermacam-macam kelompok yang lebih kecil. Ada legio
Maria, SSV, Kharismatik, dan lain-lain.
Kelompok ini harus hidup dan berkembang dari dirinya sendiri, tidak
boleh mereka di kuasai oleh pengurus lingkungan melainkan harus
dibimbing.
Kelompok-kelompok dapat berkembang
jika anggota dari kelompok ini mempunyai kemampuan dan kesempatan untuk
berkembang. Apa yang dialami oleh satu anggota ikut mempengaruhi perkembangan
dari satu kelompok.oleh karena itu jika didalam suatu kelompok ada yang
bermasalah, kelompok harus ikut peduli untuk membantu mengatasi permasalahan
yang dihadapi oleh anggota.
C.
SIAPAYANG MEMBIMBING DAN SIAPA YANG DIBIMBING.
1.
Siapa yang dibimbing
Dalam bimbingan
pastoral ada dua kategori subyek yang perlu dibimbing,yi:
a.
Orang yang bermasalah.
Orang yang
bermasalah, misalnya perkawinan tidak beres, tidak lagi kegereja, bentrok
dengan pengurus lingkungan dan lain-lain. Mereka ini perlu dibimbing untuk
memecahkan masalahnya.
b.
Orang yang berpotensi atau yang
ada harapan positif untuk ikut ambil bagian dalam karya gereja. Mereka ini dibimbing untuk
mengembangkan potensi yang dimilikinya itu.
2.
Siapa yang membimbing
Di dalam pelaksanaan
tugas bimbingan ini pekerja pastoral akan menjumpai banyak kasus atau
masalah.akan tetepi pekerja pastoral atau pengurus lingkungan tidak harus
bekerja sendirian. Pada dasarnya, tugas-tugas yang dapat dikerjakan oleh
petugas-petugas lain, harus diberikan kepada
mereka, yaitu dengan suatu kerja sama atau juga dengan model
subsidioritas. Hal ini bukan berarti bahwa pekerja pastoral lantas cuci tangan
terhadap permasalahan yang ada.Mungkin dia dapat bertindak sebagai koordinator
atau fasilitator. Kerja sama ini umpamanya: kaus yang berkaitan dengan sosial
ekonomi disalurkan ke ssv. Kasus-kasus yang
sehubungan dengan kehidupan rohani dapat disalurkan kepada Legio Maria
dan sebagainya.
D.
PELAKSANAAN WAWANCARA BIMBINGAN
1.
Langkah Persiapan: Membuat Skema/Pola/Pedoman Wawancara
Untuk melaksanakan bimbingan, supaya
pembicaraan terarah, sebaiknya dipakai suatu skema/pola/pedoman wawancara. Di
dalam pedoman wawancara itu pokok-pokok pembicaraan disusun sedemikian rupa
sehingga jika dikeluarkan di dalam pembicaraan mudah beralih dari pokok yang
satu ke pokok yang lain. Pedoman wawancara bimbingan ini akan mempermudah
proses wawancara bimbingan, sebab dengan adanya pedoman wawancara bimbingan itu
memungkinkan bahwa peralihan dari pokok yang satu ke pokok yang lain tidak kaku. Dengan demikian proses wawancara dapat
berjalan dengan lancar.
Penggunaan dari pedoman wawancara
bimbingan adalah sebagai berikut:
a.
Sebelum pekerja pastoral
atau pengurus lingkungan mulai dengan wawancara bimbingan, perlu menentukan
terlebih dahulu pokok-pokok yang ingin dibicarakan.
b.
Pokok-pokok yang ingin
dibicarakan itu diatur sedemikian rupa sehingga dapat dikeluarkan secara wajar.
c.
Setelah pokok-pokok itu
disusun, perlu dihafalkan sehingga kerangka wawancara bimbingan secara jelas
ada dalam pikiran.
2.
Langkah Pelaksanaan Wawancara
a.
Sesudah tiga langkah
tersebut dilaksanakan, pengurus lingkungan
mulai denagan proses wawancara bimbingan itu sendiri. Dalam bagian ini
juga ada beberapa langkah yang perlu diikuti, yaitu:
b.
Mengadakan pembicaraan
singkat sebagai pendahuluan. Hal ini
dimaksudkan untuk menimbulkan kontak dengan orang yang akan dibimbing.
Pembicaraan ini dapat mulai dengan membicarakan
mengenai masalah hobby, latar belakang
pekerjaan, anak-anak, suami-istri, situasi saat itu dan lain-lain. Bagian
ini disebut Gaining entry.
c.
Sesudah pembicaraan singkat
sebagai usaha untuk mendapatkan pintu tersebut dijalankan, maka petugas mulai dengan
mengatakan apa maksud kedatangangannya, bagian ini disebut: statment of
purpose. Seringkali mengatakan sesuatu tidak mudah, untuk itu perlu menunggu
kesempatan yang paling baik supaya dapat mulai dengan salah satu pokok yang
sudah disusun dalam pedoman wawancara.
d.
Sesudah mulai pembicaraan
bimbingan, petugas mencoba untuk secara halus menuju dari satu pokok ke pokok
yang lain.
Ada banyak orang
yang mempunyai bakat atau kharisma untuk memberikan bimbingan, akan tetapi
tidak dapat diharapkan bahwa semua pengurus lingkungan atau pekerja pastoral
perlu melatih diri supaya dapat memberikan suatu bimbingan secara sistematis.
Disamping hal-hal
tersebut di atas masih ada hal lain yang perlu diperhatikan. Lengkapnya ada
tiga hal yang perlu diberikan/dipersiapkan dalam bimbingan pastoral.
1.
Pola percakapan bimbingan
Pola percakapan
adalah catatan singkat mengenai pokok yang paling penting yang perlu
dibicarakan dalam kunjungan bimbingan.
2.
Jalan keluar
Banyak yang
mengalami masalah mencari jalan keluar.
Seorang pembimbing baru dihargai kalau dia dapat membantu menunjukkan jalan
keluar tanpa memaksakan jalan ini kepada orang yang dibimbing. Keputusan tetap
ada pada orang yang dibimbing.
3.
Evaluasi hasil bimbingan dan
tindak lanjut
Evaluasi dan tindak
lanjut ini sangat penting, sebab dapat dipakai untuk menentukan apakah
bimbinagan telah berjalan sesuai dengan rencana atau tidak dan bagaimana hasilnya. Dari hasil evaluasi dapat
dipereoleh masukan apa yang perlu untuk langkah berikutnya.
E.
SUASANA YANG IDEAL BAGI SUATU
PERCAKAPAN ATAU PEMBICARAAN BIMBINGAN PASTORAL
Bagi para gembala umat, bimbingan hanya
boleh dikatakan berhasil kalau jalan sudah terbuka dan umat yang dibimbing
mempunyai kemauan, tekad, keberanian untuk melaksanakan tugas-tugasnya sebagai
anggota Gereja. Memang bimbingan pastoral tidak sama dengan bimbingan profan
pada umumnya. Dalam bimbingan pastoral dibutuhknan adanya suatu suasana ideal
yang dapat diusahkan melalui beberapa unsur,yaitu:
1.
Sikap penuh pengertian dari
petugas (understanding)
Ada banyak unsur
dalam hubungan pribadi yang menyenangkan baik bagi warga yang memerlukan
bimbingan maupun bagi pembimbing sendiri. Tetapi tidak setiap unsur yang
disukai itu baik dan berfaedah bagi
bimbingan pastoral, bahkan seringkali ada yang merugikan dan merusak proses
bimbingan pastoral itu sendiri. Oleh karena itu suasana percakapan bimbingan
pastoral yang ideal tidak sama dengan sekedar perasaan nyaman, enak dan
menyenangkan. Tetapi lebih dari itu.
Karena suasana nyaman dan menyenangkan di dalam wawancara bimbingan adalah
suasana yang sengaja diciptakan oleh petugas untuk maksud yang positif. Jadi
petugas di dalam bimbingan pastoral perlu berusaha menciptakan suasana
percakapan yang ideal itu. Suasana nyaman yang bersifat positif ini dapat
diciptakan dengan sikap penuh pengertian terhadap warga yang anda hadapi, di
dalam bahasa koseling disebut dengan understanding. Understanding yaitu sikap positif dan terencana dari
pembimbing yang diekspresikan melalui pemberian kesempatan seluas-luasnya
kepada orang yang dibimbing untuk mengekspresikan dirinya secara tepat. Jadi di
dalam bimbingan pastoral, warga saudara yang memerlukan bimbingan tidak hanya
dijadikan obyek nasihat dan khotbah dari pembimbing. Dalam pembicaraan
bimbingan pastoral, petugas harus berusaha untuk menahan diri, mengontrol diri
dan menunggu saat yang tepat untuk mengekspresikan kebenaran-kebenaran yang
harus diketahui oleh warga yang meminta bimbingan. Sikap positif yang terencana
dari petugas akan memberikan kesan yang positif dalam diri umat yang dibimbing. Suasana yang
menyenangkan, rasa bebas dari ketakutan untuk dipersalahkan dan rasa diterima
sebagai suatu individu yang berharga, akan mendorong umat yang datang kepada
petugas karena minta bimbingan untuk mengekspresikan konsep-konsep pemikiran
dan dunianya serta masalahnya selama ini yang tersembunnyi. Sikap penuh
perhatian yang lahir dari cinta kasih seorang genbala bukanlah suatu permainan
sandiwara dan kepalsuan sikap petugas, untuk menunjukan maniulasi terhadap
warga yang dihadapi. Bagi seorang gembala uamt, understanding haruslah lahir
dari cinta kasih yang medalam terhadap warga yang dibimbing, sama seperti Yesus
yang mencintai orang berdosa.
Understanding ini
dapat diciptakan melalui beberapa cara:
a.
Empati : Sikap positip dari petrugas terhadap warga lingkungan yang
memerlukan bimbingan yang saudara ekspresikan melalui kesedian
untuk menempatkan diri petugas pada tempat warga yang dibimbing, merasakan apa
yang mereka rasakan, mengerti sesuai
pengertian warga.
b.
Acceptance : Yaitu kesediaan petugas untuk
menerima keberadaan warga yang dibimbing sebagai mana dia ada.
c.
Nonjudgemental :
Yaitu tidak mengadili, artinya tidak melihat mereka semata- mata
berdasarkan kesalahan dan kegagalannya saja. Petugas harus menempatkan hal-hal
yang negatip dari warga lingkungan pada konteks yang tepat, yaitu kehidupannya
secara utuh sebagai suatu pribadi yang unik yang persoalannya perlu digumuli,
kata-katanya pantas dipertimbangkan.
d.
Listening : Yaitu kesediaan
mendengar secara profesional, karena tanpa kesediaan mendengarkan maka
penerimaan warga yang bermasalah di dalam keberadaannya tidak akan mengahasilkan
hal-hal yang positip.
2.
Memberikan tanggapan yang
membangun (Responding)
Sikap ini dapat
diciptakan melalui:
a.
Kehangatan sikap, hal ini
dimaksudkan untuk menciptakan perasaan aman pada warga yang dibimbing.
b.
Dukungan
c.
Kemurnian sikap
d.
Menstimulir
F.
BIMBINGAN KELOMPOK
Bimbingan didalam lingkungan tidak selalu
diberikan secara individu atau secara keluarga, akan tetapi juga secara
kelompok. Ada beberapa alasan yang menyebabkan perlunya diberikan bimbingan
secara kelompok, yaitu:
1.
Seringkali pengurus lingkungan
tidak mempunyai cukup waktu untuk memberikan
bimbingan individual.
2.
Banyak keluarga atau warga
lingkungan mengalami masalah yang hampir sama dan yang dapat dibina secara
lebih praktis di dalam kelompok.
3.
Bimbingan didalam kelompok
seringkali lebih efektif dari pada bimbingan individual, karena orang lebih
mudah menerima dan terdorong ke jalan penyelesaian jika bersama orang lain yang
mengalami masalah atau kebutuhan yang sama. Khususnya dalam pembentukan/pembinaan
potensi bimbingan dalam kelompok yang lebih efektif.
4.
Didalam lingkungan
seringkali terbentuk secara wajar dikelompok-kelompok sesuai dengan model dan
selera dari orang-orang yang ada di dalamnya. Mereka ini perlu dibina sebagai
kelompok agar dapat berkembang ke arah yang positif.
Dengan sendirinya bimbingan kelompok
itu tidak dapat menghilangkan atau mengantikan bimbingan individual. Bimbingan
kelompok perlu di bedakan dari kegiatan rapat, pendalaman iman dan sebagainya
yang diadakan di lingkungan. Dalam pertemuan-pertemuan seperti itu unsur bimbingan tetap ada tetapi itu bukan
bimbingan kelompok.
Memberi bimbingan kelompok berarti
menciptakan hubungan dalam kelompok, mencapai tujuan melalui bimbingan kelompok
yang artinya mencapai tujuan melalui hubungan dalam kelompok. Maka dari itu
bimbingan kelompok tidak berarti memberi nasehat-nasehat, teguran-teguran
kepada kelompok, melainkan merupakan usaha menciptakan hubungan di dalam
kelompok. Bimbingan kelompok bukan merupakan sesuatu yang dipaksakan dari luar,
melainkan sesuatu yang timbul dari dalam yakni dari kebutuhan antar anggota kelompok. Tetapi tidak semua hubungan di
dalam kelompok merupakan bimbingan. Agar
hubungan di dalam kelompok menjadi bimbingan,harus terpenuhi 4 syarat, yaitu :
1.
Penerimaan.
Dengan penerimaan
dimaksudkan sesuatu hubungan di dalam kelompok dalam mana setiap anggota
diterima menurut adanya. Supaya suatu kelompok menghasilkan bimbingan, maka
setiap anggota harus diterima menurut adanya. Kalau di dalam kelompok ada
anggota yang tidak diterima menurut adanya maka dia tetap menjadi orang luar,
maka di dalam kelompok itu dia tidak menerima bimbingan. Menerima anggota
menurut adanya ini tidak berarti menyetujui juga kesalahan mereka. Ada
perbedaan antara menerima dan menyetujui.
2.
Suasana Permisive.
Maksud dari suasana
permisive adalah suatu hubungan di dalam kelompok di mana tiap anggota di beri
kesempatan untuk menyatakan diri, jika dalam suatu kelompok para anggota tidak
diberi kesempatan untuk menyatakan diri maka dalam kelompok tersebut tidak ada
bimbingan. Dalam bimbingan kelompok di usahakan agar orang yang dibimbing boleh
mengekspresikan diri, boleh menyatakan diri. Permisive juga tidak berarti membiarkan melainkan hampir sama
dengan mengijinkan. Istilah membiarkan mengandung pengertian tidak memperhatikan,
sedangkan mengijinkan mengandung arti memberi kesempatan.
3.
Dinamis.
Di dalam bimbingan
kelompok tidak ada suasana permisive yang tanpa batas. Suasana permisive
hanyalah di dalam konteks dinamika kelompok. Andai ada dalam kelompok, ada
suasana memperbolehkan yang mutlak dalam arti segala sesuatu diperbolehkan maka
kelompok bahkan tidak akan jalan. Dalam bimbingan kelompok harus ada suatu
sistem dalam mana anggota kelompok dapat berkembang melalui dinamika kelompok.
4.
Terbuka.
Hubungan yang dinamis
berarti bahwa lambat laun anggota kelompok saling memberi dan menerima.
Akhirnya hubungan yang dinamis itu menuju kehubungan yang terbuka, hubungan
yang terbuka berarti bahwa di dalam kelompok tidak hanya satu orang saja yang
berbicara melainkan anggota yang lainnya pun diberi kesempatan untuk berbicara.
Bahaya di dalam kelompok adalah jika kelompoknya menjadi tertutup, pasti disini
tidak ada bimbingan, lebih-lebih jika tertutupnya itu disebabkan teror
kewibawaan atau kedudukan.
Empat ciri itulah yang menyebabkan bahwa suatu hubungan
di dalam kelompok menjadi suatu bimbingan. Kekurangan dalam salah satu unsur
akan sangat berpengasuh terhadap unsur yang lainnya.
FORMULIR
KUNJUNGAN BIMBINGAN
Tanggal kunjungan :
................................. Paroki
:..................................
Petugas :
................................ Lingkungan :.........................
I. IDENTITAS
Nama :
.........................................................................
Alamat :
........................................................................
II. MAKSUD
KUNJUNGAN
..................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................
III. DATA KELUARGA
1.
Susunan keluarga:
............................................................................................................................................................................................................................
2.
Kebutuhan:
.........................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................
3.
Masalah:
..........................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................
4.
Pola harapan:
..........................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................
5.
Potensi
a.
Kecakapan:
................................................................................
b.
Kesediaan:
.................................................................................
IV. KETERANGAN
1. Kunjungi
ini merupakan kunjungan yang ke :................................
2. Uraian
kasus atau masalah :...........................................................
....................................................................................................................
.....................................................................................................................
........................................................................................................................
3.
Percakapan bimbingan
........................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................
4.
Penyelesaian (jalan keluar)
......................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................
5.
Evaluasi hasil bimbingan dengan
penentuan tindak lanjut
............................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................
,........................................
Petugas,
.............................................
BAB VI
RAPAT DAN PERTEMUAN UMAT
LINGKUNGAN
PENGANTAR
Di dalam lingkungan, kita tidak merupakan seorang
diri. Kita bersama-sama dengan pengurus
lainnya merupakan suatu tim lingkungan, dan bersama-sama dengan warga
lingkungan, kita merupakan gereja setempat ysng kecil. Supaya kita betul-betul dapat bekerja sama
dan betul-betul merasa sebagai satu persekutuan hidup, perlu ada pertemuan.
Pertemuan lingkungan tidak mungkin dapat berjalan dengan baik dan
lancar tanpa adanya pengetahuan dan ketrampilan sehubungan dengan pelaksanaan
pertemuan atau musyawarah lingkungan.
Supaya dapat membantu pengurus lingkungan dan atau petugas pastoral yang
lain dalam menyelenggarakan pertemuan lingkungan, maka dalam modul ini
dibicarakan empat pokok sehubungan dengan rapat atau pertemuan lingkungan.
Empat pokok yang dimaksud itu adalah :
a.
Bagian pertama:
macam-macam pertemuan lingkungan dan pelaksanaannya yaitu
menguraikan bermacam-macam pertemuan yang biasanya diadakan di dalam
lingkungan.
b.
Bagian kedua:
cara mengadakan pertemuan lingkungan yaitu membicarakan petunjuk
yang dapat dilakukan oleh pengurus lingkungan dalam rangka meningkatkan mutu
pertemuan didalam lingkungannya.
c.
Bagian ketiga:
manfaat pertemuan lingkungan yaitu melihat hasil dari pertemuan
lingkungan dan bermanfaat bagi anggotanya di dalam kehidupan menggereja dan
memasyarakat.
d.
Bagian keempat:
tugas-tugas guru agama didalam musyawarah lingkungan yaitu bagaimana
seorang guru agama dalam menghidupkan dan meningkatkan mutu pertemuan
lingkungan.
Dengan dibicarakan empat pokok tersebut diharapkan
siswa memiliki pengetahuan dan ketrampilan membimbing
dan membantu pelaksanaan rapat
atau pertemuan umat lingkungan ditingkat basis.
A.
RAPAT DAN PERTEMUAN UMAT
LINGKUNGAN
Di dalam lingkungan, pengurus
lingkungan tidak merupakan seorang diri saja.
Bersama-sama pengurus lain
pengurus lingkungan merupakan suatu tim lingkungan. Dan bersama dengan warga lingkungan, pengurus
lingkungan merupakan Gereja setempat yang kecil, merupakan persekutuan
hidup. Supaya persekutuan hidup dapat
dihayati dan diwujudkan perlu ada pertemuan.
Pertemuan lingkungan mempunyai nilai yang besar sekali. Pertemuan lingkungan tidak hanya merupakan
jalan untuk mencapai hasil yang praktis saja akan tetapi juga menghadirkan
Kristus di tengah-tengah umatNya. Dalam
Injil, Yesus Kristus bersabda: “Di mana ada dua atau tiga orang berkumpul dalam
nama-ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka”. (Mat 18:20 ).
Dalam injil, Yesus tidak berkata dimana ada dua atau tiga orang berdoa
bersama melainkan berkumpul. Berkumpul
untuk membicarakan bersama hal-hal yang berhubungan dengan kerajaan Allah,
dalam Diri-Nya sendiri mempunyai daya untuk mempersatukan umat dengan Kristus,
atau untuk menerima kehadiran Kristus di tengah-tengah umat-Nya.
Pertemuan lingkungan terdiri dari beberapa aspek yaitu:
1.
Pertemuan warga, dimana
pengurus lingkungan mengadakan
kontak dengan umat
lingkungan dalam keseluruhannya.
2.
Pertemuan tim, yaitu pertemuan
antar pengurus yang ada dalam lingkungan.
3.
Pertemuan koordinasi, dimana
pengurus lingkungan mengatur kerjasama dengan anggota organisasi dan tenaga
lain dalam lingkungan
4.
Pertemuan dalam rapat pleno
Dewan paroki, dimana pengurus lingkungan memberikan laporan serta
mempertanggungjawabkan tugas yang dipercayakan kepadanya kepada pastor dan
Dewan Paroki.
B.
MACAM-MACAM PERTEMUAN LINGKUNGAN.
Berdasarkan isinya, ada bermacam-macam
pertemuan yang mungkin diadakan didalam suatu lingkungan.
1.
Pertemuan doa kelompok/doa
lingkungan.
Pertemuan doa
kelompok/doa lingkungan amat penting dalam rangka komunikasi antara umat dengan
Tuhan melalui doa bersama. Dalam doa bersama sekaligus rapat diadakan
pendalaman iman melalui komunikasi iman berdasarkan atas bacaan Kitab
Suci. Namun yang lebih penting adalah
kebersamaan umat di dalam menghayati kehadiran Tuhan lewat doa bersama, dalam
pertemuan doa bersama warga lingkungan berkumpul untuk berdoa bersama. Pertemuan ini dapat diadakan satu sampai dua
kali sebulan. Kalau pertemuan doa
kelompok ini tidak ada, dapat dikatakan bahwa lingkungan yang bersangkutan
hampir mati. Lingkungan yang tidak
mempunyai pertemuan doa kelompok merupakan lingkungan yang belum hidup. Maka perlu ada doa atau ibadat lingkungan.
Dalam pelaksanaannya pertemuan doa
kelompok ini tidak perlu dihadiri oleh semua warga lingkungan di dalam
satu tempat, akan tetapi pengurus lingkungan dapat membaginya ke dalam
kelompok-kelompok doa yang lebih kecil.
2.
Pertemuan pendalaman iman.
Ada beberapa bentuk
pertemuan pendalama iman, yaitu
a.
Pertemuan yang khusus untuk
pendalaman iman.
b.
Pertemuan komunikasi iman
dengan titik berat pada sharing.
c.
Pertemuan pendalaman Kitab
Suci.
d.
Pertemuan ibadat sabda dengan
titik berat pada pendalaman iman dan Kitab Suci.
Ibadat lingkungan dapat dikombinasikan dengan pendalaman
iman. Tetapi jika disuatu lingkungan
kombinasi tersebut sulit dilaksanakan, ketua lingkungan harus memikirkan dan
mengusahakan adanya pendalama iman.
Pendalaman iman adalah merupakan sesuatu yang penting untuk
lingkungan.
Akhir-akhir ini pendalaman iman yang
paling sesuai untuk lingkungan adalah katekese umat atau komunikasi iman. Komunikasi iman adalah metode yang khusus
disusun oleh panitia kateketik Wali Gereja Indonesia yang dipergunakan khusus
untuk orang dewasa, hal ini didasarkan atas pandangan bahwa umat perlu
diarahkan ke kedewasaan religius/iman. Sehingga berdasarkan atas pandangan ini
dapat dikatakan bahwa umat di lingkungan janganlah hanya menerima pelajaran
agama saja, akan tetapi juga membagikan pengalaman imannya sendiri kepada orang
lain. Sifat khas dari komunikasi iman
adalah di dalamnya umat dilatih ntuk menyadari, menghayati, mengungkapkan dan
mempertanggungjawabkan imannya. Sebab
tidak mungkin iman umat mencapai kedewasaan jika mereka sendiri tidak pernah
menghayati dan mengungkapkan serta mempertanggungjawabkannya di tengah-tengah
kehidupan modern dalam mana pengungkapan iman makin diutamakan.
Untuk dapat menyelenggarakan
pedalaman iman ini pengurus lingkungan perlu mengadakan latihan praktis.
Pengurus lingkungan perlu menyadari pentingnya pedalaman iman bagi warga
lingkungan. Pedalaman iman ini harus diadakan pada situasi konkrit lingkungan, dan
bukan pada keinginan sekelompok umat yang tradisional sehingga umat lainnya
tidak datang. Pedalaman iman tidak perlu terikat pada suatu cara tertentu,
misalnya dapat dengan pendalaman kitab suci, sharing dan sebagainya. Lagi pula
pedalaman iman tidak perlu diberikan kepada kelompok yang mewakili seluruh
lingkungan, dapat diadakan untuk muda-mudi sendiri; untuk orang tua sendiri;
untuk anggota organisasi Katolik sendiri dan sebagainya. Jika lingkungan
terlalu kecil untuk mengadakan pedalaman iman, hal ini dapat diadakan
bersama-sama dengan umat lingkungan lain atau diselenggarakan oleh wilayah. Dan
pengurus lingkungan mengikutsertakan warganya kedalam pertemuan pedalaman iman
tersebut.
3.
Pertemuan Aksi
Pertemun aksi adalah
pertemuan yang dilaksanakan dalam rangka aksi natal maupun aksi puasa.
Pertemuan aksi dapat diadakan dalam kerjasama dengan pelayanan-pelayanan yang
ada dilingkungan. Pertemuan ini dapat dilaksanakan dua kali per tahun, yaitu
menjelang Natal dan Puasa. Namun demikian pertemuan aksi juga dapat
dikombinasikan dengan pertemuan lain, umpamanya dikombinasikan dengan pertemuan
doa atau pedalaman iman. Sebagai pedoman untuk pertemuan aksi dapat
dipergunakan pedoman dari keuskupan atau paroki.rencana aksi sebaiknya tidak
menitik beratkan pada pengumpulan uang atau materi saja, melainkan sikap umat
untuk semakin menyadari tugasnya dalam keluarga,gereja dan masyarakat.
4.
Pertemuan Perencanaan
Jika lingkungan
memang aktif, sekurang-kurangnya setahun sekali mengadakan pertemuan untuk
menyusun rencana kerja lingkungan, biarpun pertemuan untuk itu dapat
dikombinasikan dengan pertemuan-pertemuan lainnya. Jika lingkungan tidak
mengadakan penyusunan rencana kerja, ini berarti bahwa lingkungan bekerja
dengan tidak memiliki perencanaan. Oleh karena itu jelas bahwa dalam lingkungan
perlu ada pertemuan untuk membicarakan rencana kerja lingkungan ini menjadi
pedoman untuk mewujudkan kehidupan lingkungan berarti memenuhi kebutuhan,
memecahkan masalah dan memenuhi harapan-harapan warga dengan menggunakan
potensi-potensi lingkungan.
Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam menyusun rencana kerja lingkungan adalah:
a.
Apa yang benar-benar dapat
dilaksanakan oleh umat, dan bukan hal atau kegiatan yang mungkin baik sekali
akan tetapi tidak dapat dilaksanakan oleh umat di lingkungan.
b.
Pembuatan rencana kerja harus
disertai dengan penerimaan keadaan yang nyata, dengan segala kekurangan dan
kelebihan yang dimiliki oleh lingkungan
c.
Penyusunan rencana kerja
lingkungan harus mengikut sertakan semua potensi yang ada dalam
lingkungan. Untuk ini diperlukan
kerjasama dengan organisasi Katolik dan petugas-petugas lain yang ada dalam
lingkungan.
d.
Rencana kerja lingkungan perlu
dibicarakan dengan pastor dan Dewan Paroki.
5.
Pertemuan informal.
Pertemuan informal
adalah pertemuan yang diadakan pada waktu-waktu tertentu dimana warga
lingkungan berkumpul mengadakan ramah-tamah antar anggota lingkungan.
Umpamanya: Pertemuan
pada saat seorang warga mengadakan ulang tahun perkawinan; pertemuan sunatan dan sebagainya. Jika
hubungan persaudaraan antar warga akrab pada umumnya ada saling perhatian
antara warga. Kesempatan-kesempatan
seperti ulang tahun, hari kelahiran dan sebagainya dapat dipergunakan untuk
mengadakan ramah-tamah, pertemuan persaudaraan.
Itulah pertemuan informal. Yang penting bukan pestanya melainkan
hadirnya seorang warga yang dengan semangat kekeluargaan rela hadir ke tempat
warga yang berkepentingan. Secara
pelan-pelan pertemuan seperti ini dapat mempererat persekutuan hidup lingkungan
dan mendorong perkembangan lingkungan.
Memang tidak perlu mengharapkan bahwa di dalam pertemuan semacam ini
semua warga lingkungan hadir, akan tetapi orang-orang yang mempunyai hubungan
dekat dengan warga yang bersangkutan perlu diingatkan dan didorong untuk hadir
dalam peristiwa keluarga tertentu. Jika
ada peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan lingkungan dapat dirayakan
bersama oleh warga lingkungan dalam suatu pertemuan perayaan.
6.
Pertemuan dalam rapat pleno
dewan paroki
Dalam rapat pleno dewan
paroki pengurus lingkungan, khususnya ketua lingkungan memberikan laporan
mengenai tugas yang dipercayakan kepadanya.
Lingkungan adalah bagian dari paroki yang dipercayakan kepada pengurus
lingkungan. Maka sudah seharusnyalah
pengurus lingkungan melaporkan keadaan lingkungan kepada dewan paroki dan
mempertanggungjawabkan tugas yang oleh paroki dipercayakan kepadanya. Tugas
ketua lingkungan adalah menyusun laporan ini dan melaporkannya secara teratur.
Dari segi lain, ikut sertanya
pengurus lingkungan dalam rapat pleno dewan paroki tidak hanya meliputi
pelaporan saja, melainkan juga soal pendidikan dan latihan. Program paroki
dilaksanakan melalui lingkungan-lingkungan. Untuk pelaksanaan program tersebut
‘tempat belajar’ yang pertama-tama bagi pengurus lingkuan adalah dewan paroki.
Dari dewan paroki pengurus lingkungan menerima latihan dan petunjuk untuk
melaksanakan rencana paroki dan keuskupan. Laporan di dalam rapat dewan paroki
harus dibuat seringkas dan semenarik mungkin. Biasanya pengurus lingkungan
diminta menyampaikan laporan yang menyangkut pokok-pokok berikut:
a.
Nama lingkungan yang menjadi
tanggung jawabnya
b.
Kegiatan-kegiatan utama
pengurus lingkungan; apa yang dilakukan oleh pengurus lingkungan
c.
Masalah-masalah yang dihadapi
oleh pengurus lingkungan dan mengapa.
Sukses yang dicapai oleh pengurus lingkungan dalam bekerjasama dan
mengapa.
d.
Ringkasan tindakan khusus yang
diusulkan oleh pengurus lingkungan atau bagaimana para anggota dapat membantu.
Pengurus lingkungan harus mencoba untuk menyampaikan
laporan tidak hanya secara lisan melainkan juga secara tertulis. Sampaikanlah
laporan dengan pertunjukan kecil atau peragaan sehingga akan lebih menarik.
C.
CARA MENGADAKAN PERTEMUAN DAN PEMBINAAN
Untuk meningkatkan mutu pertemuan dalam
suatu lingkungan diperlukan keterampilan dan kemampuan pengurus lingkungan
sehubungan dengan pertemuan yang dijalankannya. Keberhasilan pertemuan lingkungan tidak
hanya tergantung dari pengurus
lingkungan saja, akan tetapi juga keterlibatan secara aktif dari setiap
anggota lingkungan. Anggota lingkungan tidak begitu saja tertarik dan terlibat
secara aktif dalam pertemuan-pertemuan lingkungan. Hal itu terjadi karena berbagai faktor,
misalnya karena pertemuan tidak menarik, atau karena pertemuan terlalu lama,
sering terjadi pembicaraan di monopoli dan sebagainya. Supaya pertemuan lingkungan dapat berjalan
dengan lancar dan umat ikut serta secara aktif di dalamnya, maka pengurus dalam
menjalankan pertemuan harus memperhatikan beberapa petunjuk berikut ini.
1.
Memulai pertemuan tepat pada
waktunya
Biasakan memulai
pertemuan pada waktunya. Beritahukanlah
bahwa pertemuan yang akan datang akan dimulai tepat pada waktunya, pada jam
yang telah ditentukannya, misalnya jam 7
atau jam 8. Kemudian hubungi beberapa
pengurus dan beberapa anggota supaya mereka hadir tepat pada waktunya yang
telah ditetapkan. Jika hal ini terjadi
sekali atau dua kali, maka anggota-anggotanya yang lain akan mengerti dan akan
datang tepat pada waktunya.
2.
Akhiri pertemuan pada waktunya
Adalah kebiasaan
yang baik untuk membatasi pertemuan selama satu setengah jam. Banyak persoalan-persoalan yang harus diurus
oleh pengurus lingkungan, karena soal-soal kecil yang tidak seharusnya
menyusahkan tidak perlu dibawa ke dalam pertemuan lingkungan.
3.
Buatlah rencana pertemuan
Rencanakan supaya
ada sebuah persoalan yang hidup, yang menarik hati sebagai persoalan utama
untuk pertemuan.
4.
Buatlah ringkasan pertemuan
Bagian-bagian rutin
pertemuan dapat diringkaskan. Periksalah
bahwa laporan-laporan dari anggota pengurus telah diselesaikan terlebih dahulu
dan telah disusun dengan ringkas.
5.
Jagalah supaya pertemuan
berjalan terus.
Jika saudara menjadi
ketua dan para anggota mulai mengajukan usulan, maka janganlah menunggu terlalu
lama dan katakan saja : “Saudara-saudara telah mendengar laporan dan usul
bahwa............... dan seterusnya, Apakah masih ada usul yang lain? “Dan mungkin juga ada beberapa orang yang
hendak berbicara terus menerus, maka mereka harus dibatasi dan memberi
kesempatan kepada anggota yang lain.
Belajarlah bagaimana harus membatasi mereka. Kadang-kadang ketuapun harus diperingatkan,
bahwa ia telah berbicara terlalu banyak.
Dengan demikian pertemuan akan dapat berjalan terus dan anggota tidak
merasa bosan mengikuti pertemuan karena mereka mendapat perhatian dan
dilibatkan dalam pertemuan yang dijalankan.
6.
Tanyakan pendapat para anggota.
Ada kemungkinan bahwa
kelompok harus merubah waktu dan tanggal pertemuan ataupun tempat pertemuan,
baik juga mengajak para anggota untuk memikirkan hal ini. Hal ini perlu karena ada kemungkinan bahwa
apa yang tahun lalu merupakan waktu yang baik untuk pertemuan, mungkin tidak
tepat lagi untuk sekarang. Kemudian
tanyakan juga kepada para anggota kapan waktu yang mereka harapkan untuk
pertemuan yang akan datang.
Pengalaman dan perhatian kelompok berubah-ubah. Jika
para anggota tidak datang menghadiri pertemuan lingkungan, maka ini berarti
mereka berfikir bahwa tak ada yang menarik hati mereka tentang pertemuan
tersebut. Ikut serta yang efektif dapat
disimpulkan dalam sebuah pertanyaan; pertemuan siapakah ini? Siapakah yang
memutuskan apa yang penting, pengurus atau anggota? Juga soal-soal rutin yang
dikerjakan oleh pengurus lingkungan dapat dikemukakan dalam pertemuan dalam
bentuk cacatan pertemuan pengurus, kemudian jika para anggota menganggap bahwa
pengurus terlalu banyak memutuskan sendiri, maka mereka dapat mengemukakannya.
Apakah yang dapat
dilakukan oleh para anggota?
Pendukung utama pertemuan lingkungan
adalah anggota yang bertanggungjawab. Dia mempunyai hak-haknya. Dia dan
kawan-kawan anggota lain dalam pertemuan lingkungan yang mesti mengambil
keputusan-keputusan terakhir. Baik atau buruk, putusan terakhir harus dilakukan
oleh para anggota. Seorang anggota dapat membantu memperbaiki pertemuan
lingkungan. Jika seorang anggota ingin membantu memperbaiki pertemuan
lingkungan, dia harus:
a.
Mengetahui sesuatu tentang peraturan-peraturan
per-temuan.
b.
Mendebat persoalannya,bukan
orang yang meng-ajukannya.
c.
Meminta keterangan jika dia
dalam keragu-raguan.
d.
Mengikuti perdebatan jika
merasa hendak mengatakan sesuatu.
e.
Meminta kesempatan kepada ketua
dan menunggu ijin ketua sebelum memulai berbicara.
f.
Berbicaralah dengan singkat dan
jangan terlalu sering.
g.
Ikut mendukung bagian tanggung
jawabnya mengenai tindakan yang telah diputuskannya oleh kelompok.
h.
Selalu mengetahui perkembangan
dari pertemuan lingkungan.
Di setiap
pertemuan ada anggota yang senang berbicara dan ada pula yang tidak. Ikut serta
merupakan kunci pada prosedur demokratis dari sebuah pertemuan yang baik. Akan
tetapi ini tidaklah berarti bahwa setiap orang harus ikut berbicara mengenai
setiap hal. Pertemuan berhasil baik
dari yang mendengar ataupun dari yang berbicara. Jika seorang anggota
mendengarkan, mempertimbangkan fakta-fakta dan dalil-dalil dan dia menggunakan
hak pilihnya maka dia telah memenuhi kewajiban-kewajibannya sebagai anggota. Dan
adalah penting bahwa yang mendengarkan dan juga ikut memberikan sumbangan pada
pembicaraan. Ketua juga harus ingat akan hal ini. Dia harus menjaga agar yang
berbicara jangan bertele-tele dan dia juga harus menjaga agar jangan sampai
hanya beberapa orang penbicara saja yang menguasai pembicaraan. Sebenarnya
disini seorang pendengar yang baik dapat pula membantu. Jika seorang pembicara
melantur dari pembicaraannya, maka minta
ijin untuk berbicara dan dengan bijaksana minta perhatian pada soal ini.
Jika seoranng pendengar tidak mengerti sesuatu yang dikatakan atau tidak
dikatakan, dia dapat bertanya.
Kemungkinan besar banyak orang
lain yang juga tidak mengerti, dan
pertanyaan itu akan menolong mereka.
Seorang ketua yang baik akan menimbulkan suasana untuk mendorong para
anggotanya untuk ikut serta secara konstruktif di dalam pertemuan.
D.
MANFAAT PERTEMUAN LINGKUNGAN
Merupakan suatu kewajiban bagi pengurus
lingkungan atau petugas pastoral dan warga lingkungan untuk dapat melaksanakan
tugas sebaik-baiknya, agar bermanfaat bagi dirinya dan perkembangan lingkungan
yang hidup. Sukses tidaknya suatu
pertemuan dapat diketahui dari adanya perubahan sikap dan tingkah laku
orang (warga lingkungan sebagai
persekutuan gereja), setelah mengikuti pertemuan tersebut.
Ketergantungan dan dukungan seluruh warga
lingkungan baik pengurus maupun anggotanya akan lebih efektif apabila mereka
dapat menimba manfaat dari pertemuan itu.
Hal ini bisa tercapai jika mereka memperhatikan dan mengindahkan
butir-butir yang telah dijelaskan pada bagian depan. Supaya lebih mempertegas
manfaat apa yang akan dicapai, kiranya perlu dipaparkan manfaat-manfaat apa
saja yang diperoleh atau yang didapat dari setiap pertemuan yang telah
disebutkan didalam bagian macam-macam pertumbuhan lingkungan.
1.
Pertemuan doa lingkungan
Pertemuan doa
lingkungan sangatlah berarti bagi para anggota lingkungan, lebih-lebih untuk
memperdalam hubungannya dengan Tuhan.
Dengan demikian pertemuan doa lingkungan akan menambah keeratan dan
kedekatan dalam hubungannya dengan Tuhan sebagai seorang yang beriman. Dalam
pertemuan doa lingkungan akan membawa hasil yang baik, kalau benar-benar
dihayati oleh para anggotanya. Dengan
adanya pertemuan lingkungan tersebut dapat menciptakan kebersamaan umat dalam
menghayati kehadiran Tuhan dalam setiap peristiwa yang dialami sehari-hari.
2.
Pertemuan pendalaman iman
Pertemuan pendalaman
iman ini agak berbeda dengan pertemuan doa lingkungan, sebab disini lebih
dititik beratkan komonikasi iman.
Komonikasi iman yaitu usaha umat untuk saling membantu, saling
meneguhkan, saling mengembangkan dan saling mengarahkan imanya. Komonikasi itu bukan hanya antara pembimbing
dengan peserta, tetapi lebih-lebih antara peserta sendiri, sehingga mereka
semakin mampu untuk mengungkapkan diri demi pembangunan jemaat
lingkungannya. Yang dikomonikasikan
ialah penghayatan iman masing-masing peserta.
Dengan demikian umat lebih disadarkan bahwa di dalam pertemuan
pendalaman iman bukan suatu rumusan pengetahuan iman yang dikomonikasikan,
melainkan pengayatan iman. Dan pada akhirnya penghayatan iman pribadi yang
telah dikomonikasikan itu diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat dan
menggereja. Hal ini nampak di dalam
usaha saling menghormati pemeluk agama lain, menolong sesama, dan lain-lainnya.
3.
Pertemuan aksi
Di dalam pertemuan
aksi bukan pertama-tama dimaksudkan bagaimana mengumpulkan uang atau materi
saja, melainkan harus menekankan sikap umat untuk semakin mengadari akan
tugasnya dalam gereja yang memasyarakat.
Sikap semacam inilah yang harus dibina dan dikembangkan di dalam suatu
pertemuan aksi. Dengan demikian
pertemuan aksi ini akan membawa umat ke kesadaran keterlibatan dalam situasi
konkrit sesama. Pertemuan aksi ini juga
merupakan persiapan-persiapan dalam usaha untuk membantu dan meringankan
penderitaan sesama, khususnya dalam hal material, misalnya biaya pendidikan, biaya pengobatan,
biaya pembangunan rumah dan lain-lainnya.
4.
Pertemuan perencanaan.
Dalam lingkungan
perlu ada pertemuan yang membicarakan rencana kerja lingkungan. Rencana kerja lingkungan ini menjadi
pedoman untuk mewujudkan
kehidupan lingkungan, yang
dapat melibatkan tanggung jawab umat
untuk mengembangkan lingkungan secara sistematis dalam rangka program
paroki. Yang dimaksud dengan melibatkan
tanggung jawab umat yaitu mencakup potensi-potensi umat, kebutuhan-kebutuhan
umat masalah-masalah umat dan harapan-harapan umat lingkungan. Dengan demikian manfaat
pertemuan perencanaan bagi umat yaitu
menyadarkan dan melibatkan umat dalam membuat rencana kerja lingkungan
yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan, masalah dan potensi yang ada
didalamnya.
5.
Pertemuan informal
Jika hubungan persekutuan
atau persaudaraan antar warga lingkungan terbina dengan baik, pada umumnya
timbul perhatian dari anggota yang satu terhadap peristiwa-peristiwa penting
dari kehidupan warga lainnya. Ppertemuan semacam ini akan memperkecil jurang
pemisah antar warga karena perbedaan status atau keadaan sosial ekonomi.
Disamping itu peristiwa-peristiwa penting dalam lingkungan dapat dirayakan
bersama-sama oleh lingkungan. Dengan demikian pertemuan informal ini akan
membawa hasil bagi para anggota lingkngan untuk mempererat hubungan
persaudaraan, kekeluargaan antar lingkungan tanpa melihat status ekonomi.
Selanjutnya dari kelima manfaat pertemuan-pertemuan
diatas dapat dirangkumkan menjadi tiga
manfaat pertemuan lingkungan. Adapun tiga manfaat pertemuan lingkungan itu
adalah sebagai berikut:
a.
Manfaat dari segi
Teologis-Biblis
Pertemuan
lingkungan tidak hanya merupakan
jalan untuk mencapai hasil yang praktis
akan tetapi menghadirkan Kristus
di tengah-tengah umat-Nya. Dalam Injil,
Yesus Kristus bersabda: Di mana ada dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-KU
di situ Aku ada di tengah-tengah mereka (Mat 18:20). Dalam injil, Yesus tidak
berkata di mana ada dua atau tiga orang berdoa bersama melainkan berkumpul.
Perkumpulannya dengan membicarakan bersama hal-hal yang berhubungan dengan
kerajaan Allah. Dalam diri-Nya sendiri mempunyai daya untuk mempersatukan umat
dengan Kristus atau untuk menerima kehadiran Kristus di tengah-tengahnya.
b.
Manfaat dari segi sosiologis
Dinamika kehidupan menurut komunikasi, koordinasi, dan
bekerja sama bukan hanya demi efisiensi kerja melainkan juga meneguhkan dan
mengungkapkan kesatuan dan persatuan sebagai umat. Untuk itulah perlu adanya
pertemuan lingkungan. Di dalam pertemuan lingkungan umat saling bertemu satu
dengan yang lain, sehingga dapat bekerja sama dalam usaha mengenbangkan diri
sebagai anggota gereja dalam lingkungan khususnya di daam seluruh gereja pada
umnya.
c.
Manfaat dari segi pastoral
Melalui pertemuan lingkungan selain umat dapat saling
bertemu, saling mengenal, saling meneguhkan satu dengan yang lain ada manfaat
yang sangat penting dari pertemuan tersebut. Manfaat itu disebut manfaat
pastoral. Melalui pertemuan lingkungan, umat dapat saling menemukan kebutuhan
dan masalah-masalah yang mereka hadapi dan dapat berusaha secara bersama-sama
mencari jalan pemecahannya/penyelesaiannya. Melalui kerja sama akan lebih mudah
mencari jalan keluar dari masalah-masalah yang ada. Di samping itu diantara
umat dapat saling membantu misalnya; yang
mampu dalam bidang ekonomi membantu yang lemah dalam bidang ekonomi,
yang lebih kuat imannya dapat membantu atau mendorong mereka yang lemah
imannya, dsb.
E.
TUGAS GURU AGAMA
DALAM MUSYAWARAH LINGKUNGAN
Musyawarah bukan hanya merupakan pembicaraan
tanpa tujuan, melainkan merupakan cara bertukar pikiran untuk saling mengisi
dan memperlengkapi sehingga mencapai hasil yang diharapkan dengan baik, yaitu persetujuan bersama dan
yang mendasarkan kepentingan bersama warga wilayah atau paroki.
Tugas katekis atau guru agama dalam musyawarah/pertemuan
lingkungan:
1.
Berusaha agar diadakan
musyawarah dalam wilayah, dengan memberi latihan sehingga terbentuk
kelompok-kelompok musyawarah supaya wilayah lebih hidup.
2.
Mengusahakan agar pertemuan
lingkungan ditingkatkan mutunya.
BAB VII
PELAKSANAAN RENCANA KERJA
LINGKUNGAN
A.
FUNGSI PENGURUS LINGKUNGAN DALAM PELAKSANAAN RENCANA KERJA LINGKUNGAN
1.
Penanggung jawab
Lingkungan adalah merupakan suatu
persekutuan hidup. Di dalam persekutuan hidup biasanya tidak ada aturan yang
ketat, memaksa atau mengharuskan. Pelaksanaan rencana kerja lingkungan sering
kali didasarkan atas kesukarelaan. Para petugas lingkungan kerja secara prodeo,
tidak mendapatkan imbalan. Situasi yang seperti ini dapat menimbulkan bahaya, bahwa ada
kemungkinan program atau rencana kerja lingkungan tidak dilaksanakan dengan baik, tidak serius
penanganannya. Untuk itu diperlukan
orang-orang yang benar-benar bertanggung jawab terhadap pelaksanaan rencana
kerja lingkungan. Para pengurus lingkungan merupakan tanggung jawab utama dalam
pelaksanaan rencana kerja lingkungan.
2.
Koordinator
Di dalam lingkungan yang baik dan
aktif, banyak kelompok kerasulan yang bergerak. Misalnya: Kelompok Kharismatik,
Legio Maria, SSV, Mudika Remaja, Minggu Gembira, Kelompok Pendalaman
Kitab Suci, dll. Untuk itu perlu koordinasi terhadap tugas yang
dikerjakan oleh kelompok-kelompok itu untuk mengantipasi terjadinya tabraan
atau tumpang tindih serta mencegah kelupaan terhadap program lingkungan.
Contoh: dapat
terjadi bahwa satu keluarga
dikunjungi oleh tiga atau empat organisasi kerasuan, sedangkan keluarga lain
yang juga membutuhkan bimbingan sama sekali tidak dikunjungi. Tidak hanya
koordinasi kerja saja menyebabkan kelompok
yang satu tidak mengetahui apa yang dikerjakan kelompok
lain. Disinilah fungsi pengurus
lingkungan sebagai pelancar didalam
pelaksanaan rencana kerja. Pengurus
lingkungan bukan pendikte melainkan
hanya mengkoordinir pelajsanaan rencana
kerja lingkungan sehingga terarah ke tujuan yang ingin dicapai bersama.
B.
POKOK-POKOK YANG PERLU
DEPERHATIKAN DI DALAM PELAKANAAN
RENCANA KERJA LINGKUNGAN
1.
Menjamin Kontiunitas
Pelaksanaan uaha
pastoral harus berlangsung menurut rencana kerja yang telah disusun.
Kebijakan-kebijakan baru serta pola tingkah laku baru yang diperjuangkan harus
tetap mendapat tempat dalam kehidupan umat. Kecenderungan untuk kembali ke pola
tingkah laku lama harus cegah. Kelangsungan pelaksanaan usaha pastoral harus
terus-menerus dipertahankan. Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menjamin kontinuitas :
a.
Motifasi
Motifasi merupakan
bagian fundamental dari pelaksanaan program lingkungan. Motifasi bermaksud
menggerakan poteni dan daya umat, dengan jalan menumbuhkan, menimbulkan
dan menghidupkan tingkat keinginan yang
tinggi serta meningkatkan tingkat
keinginan yang tinggi serta meningkatkan semangat umat dalam menjalankan
tuga-tugas sebagai warga lingkungan. Motifasi juga bertujuan untuk mendorong
kemauan dan keinginan umat agar
melanjutkan usaha-usaha yang dimulainya. Konsep motifasi yang dipergunakan
dalam pastoral lingkungan adalah motifasi silang yaitu
setiap warga saling memberikan dorongan baik kepada pengurus maupun
kepada sesama warga dengan cara-cara yang wajar demi sukesnya pelaksanaan
program lingkungan.
b.
Superfisi
Superfisi dimakudkan
usaha untuk mencegah kemungkinan penyimpangan dari rencana kerja lingkungan
yang telah ditetapkan. Jadi kemampuan timbulnya penyimpangan dalam suatu usaha
ditekan. Superfisi seyogyanya dilaksanakan secara dinamis, tidak ketat dan
kaku. Dengan demikian warga lingjungan mempunyai kesempatan yang cukup untuk
berprakarsa dan berdaya karya dalam pelaksaaa tugas mereka sebagai orang-orang
katolik. Superfisi dalam pastoral lebih dikenal dengan pendampingaa demi
kemajuan usaha pastoral, jadi bukan merupakan pemeriksaan-pemeriksaan yang
ketat.
c.
Partisipasi
Usaha pastoral di lingkungan adalah usaha yang berasal dari umat oleh umat dan Untuk umat. Maka
partisipasi atau keikutsertaan warga dalam usaha tersebut sangat diharapkan. Dengan mengikutsertakan
umat maka umat akan merasa bahwa dirinya adalah bagian dari lingkungan dan mau
bertanggung jawab atas tugas-tugasnya sebagai warga lingkungan.
d.
Perubahan harus Evolutif
Perubahan-perubahan dalam
usaha pastoral hendaknya dimulai perlahan-perlahan, sehingga reaksi yang datang
dari umat wajar-wajar saja. Reaksi yang
demikian tidak akan menimbulkan kesulitan. Dan jika muncul reaksi negatif dari
umat akan segera dapat diatasi. Diharapkan agar usaha pastoral dimulai dengan
perlahan-perlahan tapi pasti dengan daya
meneruskan yang kuat.
Pengurus lingkungan harus menyadari
pula bahwa usahanya pasti akan menemui halagan.
Halangan itu harus sudah diperhitungkan seberapa besar kekuatannya akan
memperlambat pelaksanaan rencana kerja. Dengan adanya kesadaran itu maka
dapat dicarikan jalan keluarnya untuk memperkecil efek negatif
terhadap usaha perbaikan yang telah direncanakan.
e.
Pasang surutnya Usaha.
Setiap pelaksanaan
usaha selalu ada “up and down”-nya atau pasang surutnya. Hal ini harus disadari oleh pengurus
lingkungan. Dia harus berusaha untuk memantaunya. Pada saat usaha turun (down)
pengurus lingkungan dan pekerja pastoral lainnya harus berusaha untuk dapat
menahannya. Di lingkungan secara keseluruhan titik pertahanan diharapkan dapat
ditemukan pada organisasi-organisasi, seperti: Legio Maria, SSV, Kharismatik,
dan juga pada pengurus lingkungan, Guru
agama (katekis) yang sudah mendalami
imannya, serta pada orang-orang yang kehidupan rohaninya sungguh tinggi. Golongan-golongan tersebut mempunyai daya
tahan yang kuat bagi berlangsungnya
usaha pastoral dan pemulihan usaha dari kejatuhan.
f.
Adanya faktor yang tak terduga
Di dalam setiap
usaha selalu ada faktor yang tak terduga. Faktor tersebut sering kali
menimbulkan kesulitan didalam pelaksanaan suatu usaha, sebab kesulitan yang
ditimbulkannya tidak tampak sebelumnya. Usaha untuk menghindari atau
memperkecil kemungkinan timbulnya
keulitan oleh faktor yang tak terduga antara lain dengan cara menyusun
rencana kerja yang baik sebagaimana yang telah dijeslakan sebelumnya. Perlu
disadari pula bahwa keulitan yang timbul
dikemudian hari adalah merupakan hal yang wajar, sehingga mengurus lingkungan yang tidak perlu heran
atau frustasi jika dikemudian hari menjumpai faktor-faktor yang tak terduga.
2.
Keuangan Harus Selalu Beres
Dalam pelaksanaan usaha pastoral
perlu diperhatikan keberesan keuangan. Usaha pastoral adalah usaha yang luhur,
oleh karna itu harus dijauhi dari sikap korupsi. Perbandingan antara pemasukan
dan pengeluaran (cost and benefit) harus ada.
Setiap usaha patoral harus disertai dengan pembukuan untuk mencatat
pengeluaran dan pemasukan keuangan tiap bulan. Orang yang mengelola pembukuan
secara tidak jujur, yang tidak
mencatat keuangan secara lengkap,
dan uang pengeluarannya selalu
lebih besar dari pemasukan dia
tidak pantas menjadi pemimpin pastoral. Setiap bulan data pembukuan harus
diperbaharui. Tanda-tanda korupsi:
a.
Lupa mencatat
b.
Pada waktu pemeriksaan buku
secara priodik, diketahui bahwa pencatatan belum selesai.
c.
Mempunyai pinjaman
Jika salah satu indikator/gejala itu
nampak, pemimpin pastoral harus langsung bertindak. koreksi pembukuan etiap
bulan perlu dilakukan untuk mencegah timbulnya kejatuha, atau mencegah semakin
membsarnya ketidak beresan.
3.
Kontrol
Selama usaha patoral berlangsung
perlu diadakan kontrol/pemeriksaan.
Ada (empat) macam kontrol yaitu;
a.
Kontrol “cost benefit”:
pemeriksaan untuk mengetahui apaka pengeluaran sesuai dengan hasil yang
dicapai.
b.
Kontrol ”pelaksanaan”:
pemeriksaan untuk mengetahui apakah pelaksanaan telah berlangsung menurut skema pelaksanaan.
c.
Kontrol ”kualitas pekerjaan”: pemeriksaan untuk
mengetahui apakah kwalitas pekerjaan
masih tetap dapat dipecaya, beserta pula
kwantitasnya. Antara kwalitas dan kwantitas harus diusahakan seimbang.
d.
Kontrol ”arah
perkembangan”: pemeriksaan mengenai
arah perkembangan; apakah arah
perkembangan sesuai dengan arah perkembangan yang diharapkan.
4.
Pengkaderan
Pengkaderan dalam
usaha pastoral sangat diperlukan.
Didalamnya orang dipersiapkan untuk menjadi penerus karya pastoral. Pengkaderan
atau mempersiapkan tenaga penerus harus dimulai sejak awal pelaksanaan usaha.
Ada 2 (dua) macam
kader:
a.
kader yang sedang bekerja
b.
kader baru
Dalam lingkungan
biasanya ada orang yang aktif dalam
usaha pastoral tetapi kurang
akrab dan kurang memiliki keahlian. Tenaga itu perlu ditingkatkan
kecakapan dan keahliannya. Tenaga baru pelu dibentuk menurut tuntutan
kebutuhan. Dengan demikian, kekurangan tenaga yang cakap dan trampil dalam
lingkungan dapat diatasi.
5.
Pengluasan
Yang dimaksud dengan pengluasan dalam
pelaksanaan usaha pastoral adalah:
a.
Tambahan peserta supaya jumblah umat yang ikut dalam uaha pastoral
makin lama makin banyak.
b.
pengluasan dengan tambahan
keaktifan.
c.
Pengluasan dengan penyerahan
atau pembagian tanggung jawab.
d.
Penyesuaian dengan
kesempatan-kesempatan yang tersedia.
6.
Pemeliharaan
Setiap usaha perlu
pemeliharaan, sehingga usaha tersebut bisa bertahan dan berkembang, jika ada
gejala menurutnya semangat dalam melaksanakan usaha pastoral maka pengurus
lingkungan harus segera mengambil tindakan untuk mengatasinya.
Cara
pemeliharaan yang baik adalah:
a.
Perlu tindakan prefentif yaitu:
mencegah timbulnya kerusakan uaha dan jangan menunggu sampai kerusakan itu
tampak.
b.
Kuratif yaitu pengobatan
terhadap kerusakan moril atau materiil.
c.
Kualitas
Pekerjaan pemelihara harus menjaga
kualitas usaha. jangan memakai semboyan”asal selesai”. Sesuatu yang dikerjakan
dengan kualitas yang baik dapat terjamin pemeliharaanya.
7.
Manajemen yang sesuai dengan
usaha.
Dalam pelaksanaan rencana kerja harus
diingat simplifikasi. Tidak perlu banyak panitia. Struktr organisasi dan
pembagian tugas dalam usaha pastoralsayongyanya cukup sederhana. emakin
sederhana suatu manajemen akan semakin berhasiluatu proyek. Semangat kekeluargaan
dan semangat karitatif yang dijiwai oleh semangat pastoral dari kristus
merupakan modal yang ikut mendukung kesuksesan pelaksanaan rencana kerja
lingkungan.
C.
TUGAS-TUGAS GURU AGAMA DALAM PELAKSANAAN RENCANA KERJA LINGKUNGAN
Guru agama
tidak hanya berperan sebagai konseptor dalam bidang pastoral, tetapi
juga sebagai pelaksana dari perencanaan pastoral yang telah disusun bersama
uamat lingkungannya. Adapun tugas guru agama dalam pelaksanaan rencana kerja
lingkungan, sebagai berikut;
1.
Memberi latihan-latihan dalam
bidang pastoral.
Kebanyakan umat
belum mendapat atau belum memiliki
keterampilan yang berkaitan dengan kegiatan pastoral dalam lingkungannya. Misalnya:
a.
bagaimana cara mengadakan
sensus lingkungan.
b.
bagaimana cara memimpin
rapat atau pertemuan lingkungan
c.
bagaimana cara memimpin
ibadat sabda yang baik.
d.
bagaimana cara memberi
renungan
e.
cara mengolah fokal dalam
kelompok koor lingkungan.
f.
bagaimana memimpin paduan
sara, pendampingan minggu gembira, dll.
Kegiatan-kegiatan tersebut perlu
dilatihkan oleh guru agama bersama tim yang dibentuknya, sehingga umat memiliki
keterampilan dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
2.
Memberi teladan
Guru agama yang
hanya tahu mengajar,belum dapat dikatakan guru agama yang berjiwa pastoral.
Guru agama dituntut untuk memberikan teladan,baik lewat cara bertutur maupun
cara hidupnya. Dalam pelaksanaan recana
kerja lingkungan guru agama harus mejadi teladan atau menjadi tokoh panutan
dalam lingkungannya. Pengajaran lewat teladan hidup akan jauh lebih mudah
diterima oleh umat apabila dibandingkan dengan pengajaran melalui kata-kata
saja.
3.
Membantu Dewan Paroki dalam pembuatan Anggaran Belanja Paroki
Guru agama sebagai
orang yang lebih dekat dengan umat pasti mengetahui dari lingkungan-lingkungan pada khususnya dan
paroki pada umumnya. Apa yang
diketahuinya itu dapat menjadi bahan masukan bagi dewan paroki atau pastor
paroki dalam menentukan Anggaran Belanja Paroki
Misalnya:
a.
soal honor kariawan paroki
b.
majalah paroki
c.
bantuan sosial untuk umat yang
tidak mampu
d.
biaya administrasi paroki serta
berbagai perlengkapannya
e.
pengadaan bahan untuk pendalaman
iman di lingkungan, dll
4.
Membantu mengingatkan umat dalam bidang pengrasulan
dan sosial, guru agama dapat terlibat secara aktif memberikan motifai kepada
umat agar mereka mengambil bagian dalam kegiatan kerasulan
atau menjadi pesetra dalam organisai
kerasulan yang ada di lingkugan di paroki. Misalnya
a.
menjadi anggota legio maria
b.
menjadi anggota SSV
c.
mengunjungi orang sakit dan
mereka yang kurang diperhatika
d.
menjadi orang tua angkatan bagi
mereka yang kurang mampu
e.
menghidupkan kelompok arisan,
kredit unior,kelompok doa,dll.
5.
Memberi pemikiran yang baru
mengenai tata kerja yang efisien kepada pengurus lingkungan atau kerasulan awam
atau Dewan Paroki.cara kerja yang dianggap lebih efiien dan efektif dapat
dianjurkan kepada pengurus lingkungan guna perbaikan terhadapp cara kerja yang
sudah ada, yang dianggap kurang membelikan hasil. yang penting pemikiran baru
tersebut iesuikan dengan situasi lingkungan.
Komentar
Posting Komentar